Assalamualaikum wr wb
Sahabat, yuk kita bahas ttg ^ Ilmu Sebagai Landasan Untuk Membentuk Rumah Tangga
Bismillah...
Sahabat, nikah merupakan amalan yang sangat mulia di sisi Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan merupakan rangkaian dari ibadah, maka menikah dalam Islam bukan hanya untuk bersenang-senang atau mencari kepuasan kebutuhan biologis semata. Akan tetapi seharusnyalah pernikahan dilakukan untuk menimba masyarakat kecil yang shalih yaitu rumah tangga dan masyarakat luas yang shalih pula sesuai dengan Al-Qur’an dan As Sunnah menurut pemahaman As Shalafus Shalih.
Sahabat, Perlu diketahui bahwa sesungguhnya pasangan suami isteri dalam kehidupan berumah tangga akan menghadapi banyak problem dan untuk mengatasinya perlu ilmu. Dengan ilmu, pasangan suami istri tahu apa tujuan yang akan dicapai dalam sebuah pernikahan yaitu untuk beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, dan dalam rangka mencari ridha-Nya semata.
Di samping itu juga dengan ilmu sepasang suami-istri sama-sama mengetahui hak dan kewajibannya. Sehingga jalannya bahtera rumah tangga akan harmonis dan baik. Suami dan istri juga diamanahi Rabb-Nya untuk mendidik anak keturunannya agar menjadi generasi Rabbani yang tunduk pada Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful ummah. Agar keturunan yang terlahir dari pernikahan tersebut tumbuh di atas dasar pemahaman, dasar-dasar pendidikan iman dan ajaran Islam sejak kecil sampai dewasanya.
Sungguh ini merupakan tugas yang berat dan tentu saja butuh butuh ilmu. Dari sinilah terlihat betapa pentingnya ilmu sebagai bekal bagi kehidupan rumah tangga muslim. Karena menikah bukanlah hanya sekedar pernikahan saja melainkan banyaknya ujian yang terkandung di dalamnya. Jika kita tidak memiliki ilmu maka kita pasti akan goyah dan rapuh saat mengarungi gelombang samudra pernikahan.
Tarbiyah Dalam Rumah Tangga.
Sahabatku yang dirahmati Allah, Dalam rumah tangga, suami merupakan tonggak keluarganya, pemimpin yang menegakkan urusan anak dan istrinya. Sebagaimana Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita …” (An Nisaa : 34).
Salah satu tugas suami sebagai qawwam (pemimpin-ed) adalah meluruskan keluarganya dari penyimpangan terhadap al-haq dan mengenalkan al-haq itu sendiri. Seharusnyalah seorang suami menyediakan waktunya yang terdiri dari 24 jam untuk mentarbiyah keluarganya yang dimulai dengan istri untuk dipersiapkan sebagai madrasah bagi keturunannya. Tumbuhkan kecintaan terhadap ilmu di hati istri (syukur kalau memang sejak sebelum nikah si istri sudah mencintai ilmu) agar kelak ia dapat mendidik anak-anaknya untuk mencintai ilmu dan beramal dengannya.
Walaupun Islam telah menetapkan bahwa memberikan pengajaran, mendidik dan mengarahkan istri merupakan salah satu kewajiban suami namun sangat disayangkan masih banyak kita jumpai suami yang melalaikan dan menggampangkan hal ini. Atau si suami merasa cukup dengan pengetahuan dien yang minim dari sang istri sehingga menganggap tidak perlu menyediakan waktu untuk mendidik dan memberikan nasehat.
Mungkin kasus ini seperti ini tidak hanya kita jumpai di kalangan orang yang awam bahkan di kalangan du’at (para da’i). Kita lihat mereka sibuk mengurusi da’wah di luar rumah, sementara istrinya di rumah tidak sempat didakwahi. Akibatnya si istri tidak mengerti thaharah yang benar, shalat yang sesuai sunnah, mana tauhid mana syirik dan lain-lain (mungkin kalau si istri sebelum menikah sudah mempunyai ilmu, hal tersebut tidak menjadi masalah.
Tapi bagaimana kalau istrinya masih jahil ?)
Sungguh hal ini perlu menjadi perhatian bagi para suami. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim : 6).
Berkata Imam Ali Radiyallahu ‘anhu juga Mujahid dan Qatadah dalam menafsirkan ayat diatas:
“Jaga diri kalian dengan amal-amal kalian dan jaga keluarga kalian dengan nasehat kalian”
Dan sesungguhnya penjagaan itu tidak akan sempurna kecuali dengan iman dan amal yang baik setelah berupaya menjauhi syirik dan perbuatan maksiat. Semuanya ini menuntut adanya ilmu dan persiapan diri untuk mengamalkan apa yang telah diketahui (Lihat Aysaru At- Tafasir li Kalami Al-’Aliyul Kabir juz 5, hal. 387, ta’lif Abu Bakar Jabir Al Jazairi).
Berkata Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya: “Karena itu wajib bagi kaum laki-laki (suami) untuk memperbaiki dirinya dengan ketaatan dan memperbaiki isterinya dengan perbaikan seorang pemimpin atas apa yang dipimpinnya. Dalam hadits yang shahih Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanyai tentang apa yang dipimpinnya. Imam merupakan pemimpin manusia dan ia akan ditanyai tentangnya dan laki-laki (suami) adalah pemimpin keluarganya dan akan ditanyai tentangnya.”
Al Qusyairi menyebutkan dari Umar Radiyallahu ‘anhu yang berkata tatkala turun ayat dalam surat At Tahrim di atas:
“Wahai Rasulullah, kami menjaga diri kami, maka bagaimanakah cara kami untuk menjaga keluarga kami ?”
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab:
“Kalian larang mereka dari apa-apa yang Allah larang pada kalian untuk melakukannya dan perintahkan mereka dengan apa yang Allah perintahkan.”
Berkata Muqatil: “Yang demikian itu wajib atasnya untuk dirinya sendiri, anaknya, istrinya, budak laki-laki dan perempuannya.”
Berkata Al-Kiyaa: “Maka wajib atas kita untuk mengajari anak dan istri kita akan ilmu agama, kebaikan serta adab.” (Lihat Tafsir Al Qurthubi juz 8, hal. 6674-6675).
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai teladan yang termulia menyempatkan waktu untuk mengajari istrinya sehingga kita bisa mendengar atau membaca bagaimana kefaqihan ummul mu’minin ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha.
Para shahabat beliau Radiyallahu ‘anhum, tatkala tatkala turun ayat ke 31 surat An Nur :
… Dan hendaklah mereka (wanita yang beriman) menutupkan kain kudung ke dadanya … (An Nur : 31).
Mereka pulang menemui istri-istrinya dan membacakan firman Allah di atas, maka bersegeralah istri-istri mereka melaksanakan apa yang Allah perintahkan (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz 3 hal. 284).
Ini merupakan contoh bagaimana suami menyampaikan kembali kepada istrinya dari ilmu yang telah didapatkannya di majlis ilmu, sudah seharusnya menjadi panutan bagi kita. Sebagai penutup, kami himbau kepada mereka yang ingin menikah atau sudah menikah agar tidak mengabaikan ilmu, dan berupaya memilih pasangan yang cinta akan ilmu agar kelak anak turunan juga dididik dalam suasana kecintaan akan ilmu.
Wallahu a’lam
Semoga bermanfaat
Yuk, bekalkan diri untuk belajar dan menimba ilmu pernikahan. Bnyak orang ingin mnikah tapi takut menghadapi badai pernikahan. Cek lagi hatimu, "sekedar pengen nikah atau ingin menikah krn ingin beribadah kpd allah?"
So, yuk kita bljr. Ust Salim a fillah saja mempelajari ilmu pernikahan selama 5 tahun. Jadi, tidak ada salahnya juga jka kita belajar ilmu pernikahan agar kita mampu menghadapi badai rumh tangga nantinya. Tak ada kata "nanti saja, kalau sudah menikah baru bljr." Tp tanamkan sejak dini untuk belajar. Karena ujian pernikahan jauh lebih besar dibanding saat kita masih lajang. Dan ujian itu akan selalu datang. Itu mutlak dan pasti. Buat para calon istri, "ingat kita madrasah utama untuk anak2 kita kelak." Dan para calon imam ...adalah calon pemimpin dalam rumah tangganya.
Semoga kita selalu dihiasi rasa kemauan untuk selalu belajar dan mencari ilmu dimanapun kita belajar. Ilmu bukn hanya kita dapat dari sekolah saja. Tapi ilmu bisa kita dapatkan dimana saja. Apa yang kita lihat(), dengar ()dari pengalaman org sekitar juga bisa kita ambil hikmah n pelajaran untuk diri sendiri.
Wassalamualaikum wr wb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas commentnya