" Hidup adalah rangkaian proses belajar yang tak pernah henti. Kita belajar bersyukur walau tidak cukup, belajar ikhlas walau tak rela, belajar taat walau berat, belajar memahami walau tak sehati, belajar memaafkan walau tlah terlanjur luka....."
Minggu, 31 Januari 2010
Menikah, Kenapa Takut?...
5 Bekal Istri Aktivis Dakwah
Jumat, 15 Januari 2010
Tanggung Jawab Wanita Muslimah
(An Nisaa :1) :
Kamis, 07 Januari 2010
Pintu Syurga Mana Saja Untuk Muslimah
1- Menjaga shalat lima waktu.
2- Berpuasa di bulannya.
3- Menjaga kehormatannya.
4- Menaati suaminya.
Dari Abdurrahman bin Auf berkata, Rasulullah saw bersabda,
إِذَا صَلَّتِ المَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الجَنَّةِ شَاءَتْ .
Satu hal yang terpetik dari sabda Nabi saw di atas adalah bahwa beliau hanya menyebutkan perkara-perkara yang masuk ke dalam jangkauan seorang muslimah, di mana seorang muslimah mampu melaksanakannya tanpa bergantung kepada orang lain atau bergantung kepada suaminya, di sini Rasulullah saw tidak menyinggung, misalnya, haji, karena pelaksanaan ibadah ini oleh seorang muslimah bergantung kepada suatu perkara yang mungkin tidak dimilikinya, seperti tersedianya bekal haji atau tersedianya mahram, di sini Rasulullah saw juga tidak menyinggung zakat, karena perkaranya kembali kepada kepemilikan harta dan pada umumnya ia berada di tangan kaum laki-laki, karena harta adalah hasil bekerja dan yang bekerja pada dasarnya adalah kaum laki-laki.
Kunci pertama, menjaga shalat lima waktu
Shalat adalah ibadah teragung, hadir setelah ikrar dua kalimat syahadat, satu-satunya ibadah yang tidak menerima alasan ‘tidak mampu’, wajib dikerjakan dalam keadaan apa pun selama hayat masih dikandung badan dan akal masih bekerja dengan baik, pembatas antara seseorang dengan kekufuran dan kesyirikan, tidak heran jika suatu ibadah dengan kedudukan seperti ini merupakan salah satu kunci surga.
Jika menjaga shalat adalah kunci surga, maka sebaliknya menyia-nyiakannya adalah gerbang neraka, ketika para pendosa dicampakkan ke dalam neraka, mereka ditanya, apa yang membuat kalian tersungkur ke dalam neraka? Mereka menyebutkan rentetan dosa-dosa yang diawali dengan meninggalkan shalat.
Firman Allah, "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?’ Mereka menjawab, ‘Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.”(Al-Muddatstsir: 42-43).
Perkara menyia-nyiakan shalat tidak jarang terjadi pada kaum muslimin secara umum dan kaum muslimat secara khusus, banyak alasan dan hal yang membuat mereka terjerumus ke dalam perbuatan tidak terpuji ini, di antara mereka ada yang menyia-nyiakan shalat karena malas dan meremehkan, di antara mereka ada yang terlalaikan oleh kesibukan hidup, sibuk bekerja, sibuk memasak, sibuk mengurusi rumah tangga, sibuk mengurusi anak-anak dan suami, sibuk dengan kegiatan-kegiatan lainnya sehingga ibadah shalat terbengkalai, padahal ibadah shalat tidak menerima alasan apa pun yang membuatnya tersia-siakan, dan Allah telah memperingatkan kaum muslimin agar tidak terlalaikan oleh dunia dari mengingatNya, termasuk mengingatNya melalui ibadah shalat.
Firman Allah, “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (Al-Munafiqun: 9).
Menjaga shalat lima waktu mencakup menjaga waktunya dalam arti melaksanakannya tepat waktu, tidak menundanya dan mengulur-ulur waktunya sampai waktunya hampir habis, atau bahkan membiarkannya habis, ini adalah shalat orang-orang munafik, dan seorang muslimah tidak patut bermental munafik dalam ibadah shalat.
Menjaga shalat mencakup menjaga syarat-syarat dan rukun-rukunnya di mana shalat tidak sah tanpanya, menjaga wajib-wajib dan sunnah-sunnahnya yang merupakan penyempurna bagi ibadah shalat, semua ini menuntut seorang muslimah untuk belajar dan membekali diri dengan ilmu yang shahih tentang shalat. Tanpa ilmu yang shahih tidak akan terwujud menjaga shalat.
kedua, berpuasa di bulannya
Puasa di bulan Ramadhan adalah salah satu kunci surga, lebih dari itu di surga tersedia sebuah pintu khusus bagi orang-orang yang berpuasa yang dikenal dengan ‘ar-Rayyan’, pintu masuk para shaimin secara khusus, jika mereka telah masuk maka ia akan ditutup.
Di samping berpuasa sebagai kunci surga, ia juga merupakan tameng dan pelindung dari neraka, Rasulullah saw menyatakan, ash-shaumu junnah, puasa adalah tameng atau pelindung, yakni dari api neraka.
Karena puasa merupakan salah satu kunci surga sekaligus pelindung dari neraka maka seorang muslimah harus menjaganya, dalam arti melaksanakannya dengan baik, memperhatikan syarat, rukun dan pembatalnya, karena tanpanya dia tidak mungkin berpuasa dengan baik.
Seorang muslimah juga harus memperhatikan perkara qadha puasa Ramadhan di hari-hari lain jika dia mendapatkan halangan pada bulan Ramadhan sehingga tidak mungkin berpuasa secara penuh, jangan sampai Ramadhan berikut hadir sementara dia belum melunasi hutang puasanya, perkara mengqadha puasa di hari lain ini sering terlupakan atau terabaikan, karena kesibukan hidup, padahal ia adalah hutang yang jika tidak dilaksanakan maka seorang muslimah tidak bisa dikatakan telah berpuasa di bulannya, selanjutnya dia gagal meraih kunci kedua dari kunci-kunci masuk surga, dari sini bersikap hati-hati dengan menyegerakan qadha adalah sikap bijak, karena penundaan terkadang malah merepotkan dan menyulitkan.
(Izzudin Karimi)
Ketika Rasulullah saw mengabarkan bahwa wanita merupakan penghuni neraka paling besar, beliau ditanya, mengapa? Beliau menjelaskan sebabnya, karena wanita sering ‘kufur’ kepada keluarga, sering mengeluh, jika suami berbaik-baik kepadanya seumur-umur, lalu dia melihat yang tidak baik dari suami walaupun hanya sekali, maka dia akan berkata, ‘Aku tidak melihat kebaikan apa pun pada dirimu.’ Oleh karenanya Rasulullah saw mengajak para wanita agar memperbanyak bersedekah sebagai penyeimbang, lebih dari itu Rasulullah saw juga memberikan jalan dan pintu tersendiri bagi wanita agar selamat dari neraka dengan meraih kunci surga.
Kunci ketiga, menjaga kehormatan
Surga hanya bisa diraih dengan keshalihan, hanya wanita shalihah yang akan masuk surga, shalihnya seorang wanita dibuktikan dengan beberapa sifat dan akhlak, salah satunya dan yang terpenting adalah menjaga kehormatan diri.
Firman Allah, “Wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara (mereka).” (An-Nisa`: 34).
Ayat ini menetapkan bahwa memelihara diri meruapakan wujud dari ketaatan seorang wanita shalihah kepada Allah kemudian kepada suaminya.
Nabi saw bersabda,
خَيْرُالنِّسَاءِ مَنْ إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ وَإِذَا أَمَرَتْهَا أَطَاعَتْكَ وَإِذَا أَقْسَمْتَ عَلَيْهَا أَبَرَّتْكَ وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ.
“Sebaik-baik wanita adalah wanita yang jika kamu melihat kepadanya maka kamu berbahagia, jika kamu memerintahkannya maka dia mentaatimu, jika kamu bersumpah atasnya maka dia memenuhinya dan jika kamu meninggalkannya maka dia menjagamu pada diri dan hartamu.” (HR. an-Nasa`i)
Menjaga kehormatan berarti membentengi diri dari perkara-perkara yang mencoreng dan merusak kehormatan, yang menodai dan menggugurkan kemuliaan, dengan tetap bersikap dan bertingkah laku dalam koridor tatanan syariat yang suci lagi luhur.
Menjaga kehormatan di zaman di mana ajakan dan propaganda kepada kerusakan dan perbuatan keji semakin meningkat dan menguat, seruan dan arus serangan yang ditujukan kepada wanita-wanita muslimah dengan agenda dan maksud terselubung dan tersembunyi semakin gencar dan bergelombang, menjaga kehormatan di zaman seperti ini terasa demikian sulit dan berat, para penyeru dan para jurkam kerusakan membidik wanita muslimah sebagai sasaran, mereka memakai dan menggunakan cara-cara yang melenakan dan menggiurkan dengan nama kemajuan, modernisasi, pemberdayaan, pengentasan, pembebasan dan kedok-kedok palsu lainnya, zhahiruhu fihi ar-rahmah, wa bathinuhu ya`ti min qibalihi al-adzab, racun di balik kelembutan ular berbisa.
Dari sini maka seorang wanita muslimah harus jeli dan cermat sehingga dia tidak termakan oleh rayuan gombal para serigala yang berbulu domba dan musang berbulu ayam, hendaknya seorang muslimah tetap berpegang kepada aturan-aturan dan rambu-rambu Islam yang luhur lagi suci karena di sanalah terkandung kebersihan dan kesucian diri, hendaknya seorang muslimah menimbang dan mengukur setiap seruan dan ajakan dengan timbangan dan ukuran syar’i yang baku dan menyeluruh, hal ini agar dia selamat dan tidak terjerumus ke dalam perkara-perkara yang merusak kemuliaan dan kehormatannya.
Keempat, menaati suami
Menaati suami merupakan lahan dan medan besar dan luas bagi seorang muslimah, ia merupakan ladang ibadah bagi seorang muslimah yang sesungguhnya setelah penghambaannya kepada Rabbnya.
sumber :Yusuf mansyur Network
Playboy/Girl Rohani
Nah loh...jangan-jangan saya termasuk playboy/girlrohani...aduh duh...jangan-jangan udah jadi member of PP(PenebarPesona...hehehehe)Kita ini kebanyakan jadi kodok yang "bodoh".Kodok itu kalo dilemparin ke air panas secaratiba-tiba dia meloncat.tapikok kalo ditaro di atas alumunium terus dipanasi scrperlahan-lahan, sikodok gak akan terasa...tau-tau udah gak ada nyawalagi.Begitulah kita ini...seringkali dengan dalih adaptasijadinya nggakmenyadari tanda-tanda kesalahan dan penyakit sertabahaya yangmengancam,tahu-tahu udah 'mati'...tau-tau udah berpacaran (lhokok), tau-taunya udah bersyahwat ria dengan lawan bicara chatting, tau-tau udah 'berkhalwat'ria lewat sms karena emang kita tidak memperhatikan tanda-tanda kecil dan gejala-gejala yang muncul.
Ya Allah...begitu halusnya dan begitu kita gak sadarnya.aduh duh...jangan jangan saya dan kita mungkin sudah terjebak dalam permainan setan ini?lambat laun..karena tidak sadar akhirnya kita udah jadi korban.Nah kita jarang sekali memperhatikan tanda-tanda itukarena mungkindengandalih/sebab sudah terbiasa melihat fenomena sepertiitu...akhirnya alih -alih kita siap...eh semakin tua kitasemakin jadi."tua-tua keladi" kata Anggun C. Sasmi...Allahu ya karim.Memang susah sekali menjaga diri dari ujub..riyaiyah...memang..susahsekalimungkin kita menjaga kemurnian niat tapi...sahabat, mari jangan putus asa perbarui niat, kuatkantekad danluncurkanlahkehendak.Mari kita menuju ruhiyah baru. Tanpa bermaksud menuduhsiapapun.Email yang hadir kali ini tentunya tidak harus membuatantum berhentiterpaku untuk meneruskan berbuat kebaikan, salingbernasehat, salingbertausiyah, berfastabiqul khoirot.Karena berhenti dan meneruskan sesuatu harussenantiasa bersandar pada Allah SWT. Namun bijak jika kita mau berhenti sejenak menengok kekedalaman hatikita,sudah luruskah niat yang bersemayam di dalamnya?adakah benih karat yang mencoba menggerogoti?niat dan keikhlasan seutuhnya adalah urusan makhlukdengan sang Kholiklangsung, manusia lain manapun tidak mampu menilainya.jika belum lurus, mari sama luruskan.jika memang terasa berat meluruskannya, mari samaberdo'a semoga Allahmemberikan kekuatan lebih dan senantiasa menjauhkankita dariketerpedayaan.sekali lagi afwan, bukan maksud saya menggurui. Karena bisa saja saya termasuk di dalamnya. Tausiyah itu ibarat bola yang dilempar kedinding....akan memantul kembali kepada si pelempar.bukan begitu, ikhwah fillah?come on, light up the world with islam!
Wassalaamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh
Selasa, 05 Januari 2010
Berbahagialah ....
Untuk menyadari bahwa ia memiliki banyak hal yang berarti.
Manusia akan bahagia bila ia mau membuka mata hati.
Untuk menyadari, betapa ia di cintai.
Manusia akan bahagia bila ia mau membuka mata hati.
Untuk menyadari, betapa ia disayangi.
Manusia bisa bahagia, bila ia mau membuka diri.
Agar orang lain bisa mencintainya dengan tulus.
Manusia tidak bahagia karena tidak mau membuka hati,
Berusaha meraih yang tidak dapat diraih,
Memaksa untuk mendapatkan segala yang diinginkan,
Tidak mau menerima dan mensyukuri yang ada.
Manusia buta karena egois dan hanya memikirkan diri,
Tidak sadar bahwa ia begitu di cintai,
Tidak sadar bahwa saat ini, apa yang ada adalah baik,
Selalu berusaha meraih lebih, dan tidak mau sadar karena serakah.
Ada teman yang begitu mencintai, namun tidak diindahkan,
Karena memilih, menilai dan menghakimi sendiri.
Memilih teman dan mencari-cari,
Padahal didepan mata, ada teman yang sejati.
Telah memiliki segala yang terbaik, namun serakah,
Ingin dirinya yang paling diperhatikan, paling di sayang,
Selalu menjadi pusat perhatian, selalu di nomor satukan.
Padahal, semua manusia memiliki peranan.
Hebat dan nomor satu dalam satu hal, belum tentu dalam hal lain,
Dicintai oleh satu orang, belum tentu oleh orang lain.
Kebahagiaan bersumber dari dalam diri kita sendiri.
Jikalau berharap dari orang lain, maka bersiaplah untuk di tinggalkan,
Bersiplah untuk dikhianati.
Kita akan bahagia bila kita bisa menerima diri apa adanya
Mencintai dan menghargai diri sendiri,
Mau mencintai orang lain, dan
Mau menerima orang lain.
Percayalah kepada Allah, Rabb seluruh alam, dan bersyukurlah kepada-Nya,
Bahwa kita selalu diberikan yang terbaik sesuai usaha kita,
Tak perlu berkeras hati.
Ia akan memberi kita disaat yang tepat, apa yang kita butuhkan
Berusaha dan bahagialah karena kita di cintai begitu banyak orang.
=======================================================
Didapat dari koleksi file dalam CD EBook Islami 1430 Jilid II
* diambil dr note teman di fb
==========================
Sabtu, 02 Januari 2010
Keluarga Sakinah Miniatur Masyarakat Madani
Orang sering menyebut-nyebut tentang “masyarakat madani”. Sebuah gambaran tentang masyarakt sukses yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Begitu inginnya masyarakat / ummat berada dalam sebuah masyarakat yang makmur, aman, tentram dan damai, sehingga segera saja ide untuk menciptakan masyarakat seperti itu disambut dengan hangat. Sayang sekali tidak mudah kita menemukan tulisan yang menerangkan cara mencapainya. Bahkan masih banyak muslimin tidak memahami tahapan-tahapan amal dalam menegakkan Islam, padahal masyarakat yang diidamkan tadi sebenarnya bukan merupakan tujuan akhir penegakkan Islam.
Islam menghendaki agar penghambaan manusia dikembalikan hanya kepada Allah SWT.
Islam menghendaki agar pilar-pilarnya dibangun pertama kali di dalam dada individuà kemudian di dalam sebuah rumah tanggaà kemudian dalam sebuah masyarakatà kemudian sebuah negaraà kemudian sebuah khilafahà kemudian di atas seluruh permukaan bumià sebelum akhirnya tegak di seluruh alam semesta ini, Insya Allah.
Keluarga merupakan salah satu elemen yang akan membangun sebuah masyarakat, dan seperti tadi telah disebutkan, menegakkan Islam dalam keluarga merupakan salah satu tahapan dalam mewujudkan cita-cita Islam. Dengan pemahaman tentang ini tidak terlalu sulit untuk menyimpulkan bahwa sebuah keluarga sakinah (Keluarga yang berhasil menurut standar Islami) adalah cerminan sebuah masyarakat madani. Sedangkan masrakat madani sendiri merupakan standar Islami tentang sebuah masyarakat yang ”makmur, aman, tentram dan damai”.
Kira-kira apakah ciri-ciri persamaannya dan apakah cara mewujudkannya juga akan sama dengan cara mewujudkan karakteristik masyarakat madani ?. Dalam tulisan kali ini Insya Allah akan coba diuraikan beberapa ciri / karakteristik masyarakat madani yang tumbuh dari kumpulan keluarga sakinah.
Keluarga Robbani
Sebagaimana salah satu ciri masyarakat madani adalah bersifat Robbani, maka keluarga sakinah juga berciri robbani. Artinya, di dalam keluarga / masyarakat tersebut setiap anggotanya berusaha untuk berlomba di dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai Perekat utama keluarga/ masyarakat. Mereka menyadari betul bahwa hanya Allah sajalah yang pantas di jadikan tempat meminta bagi terwujudnya kebahagiaan bersama. Sebab mereka meyakini firman Allah sebagai berikut:
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim.” (4:1)
Sebuah keluarga sakinah tidak pernah menjadikan variabel keduniaan sebagai faktor utama munculnya soliditas internal keluarga. Mereka juga percaya bahwa hanya dengan taqarrub ila Allah (mendekatkan diri kepada Allah) dan menegakkan aturan Allah sajalah maka kebahagiaan, kasih-sayang dan kecintaan sejati akan dirasakan di dalam keluarga. Suatu bentuk kebahagiaan yang tidak dibatasi selama hidup di dunia semata, melainkan jauh hingga berkumpul kembali di akhirat. Demikian juga dalam masyarakat madani di mana hukum Allah ditegakkan dengan sempurna.
Keluarga Yang Cinta Ilmu
Iqro (QS96:1)
Ayat pertama yang turun kepada Nabi kita Saw adalah ayat tadi: ” Bacalah!”, pelajarilah!
Keluarga sakinah adalah keluarga yang cinta ilmu, seperti juga masyarakat madani. Mereka saling belajar dan saling mengajarkan, antara yang tua kepada yang muda maupun sebaliknya. Keluarga yang menghargai ilmu sehingga menempatkan ahli ilmu di tempat yang dihormati, mencari ilmu dan mengajarkannya, serta kemudian bersyukur kepada Allah atas ilmu dan berkah ilmu, dan menggunakannya di jalan Allah. Keluarga sakinah tidak bersikap jumud maupun liberal dalam mensikapi ilmu. Seorang bapak menganjurkan anaknya untuk menuntut ilmu, membiayainya, kemudian juga menghormati anaknya yang mau membagi ilmu itu kepadanya dan siap menerima nasehat anaknya dengan ilmu yang dia (anak itu) pelajari dari gurunya. Bahkan sebelum itu sang bapak-lah yang mencarikan guru terbaik untuk anaknya itu. Singkatnya keluarga sakinah/ rabbani terdiri dari anggota keluarga yang telah manghayati sabda Rasulullah saw berikut:
“Barangsiapa ingin berhasil di dunia, tuntutlah ilmu.
Barangsiapa ingin berhasil di akhirat, tuntutlah ilmu.
Dan barangsiapa ingin berhasil di dunia dan di akhirat, tuntutlah ilmu.”
Meskipun demikian anggota keluarga sakinah tetap berpegang pada prinsip :”pendapat siapapun dapat diterima dan ditolak, kecuali dari Allah dan RasulNya yang kita terima tanpa keraguan”.
Keluarga Yang Cinta Damai
Keluarga sakinah, seperti juga masyarakat madani, selalu berusaha untuk tampil sebagai rahmat bagi sekelilingnya. Dalam lingkungan yang kecil di dalam keluarga, suasana saling cinta mendasari hubungan antara mereka. Kakak dan adik saling cinta, bapak dan ibu menjadi teladan mereka. Bahkan dengan anggota keluarga temporer (misalnya pembantu rumahtangga) juga disayangi seperti keluarga sendiri, tidak direndahkan dan dianggap sebagai orang suruhan belaka.
Di lingkungan yang lebih besar di luar rumah, di antara tetangga, anggota-anggota keluarga sakinah memperlihatkan sikap dan sifat yang sama, bersikap santun kepada tetangga, tukang jualan, tukang sampah, penunggu warung, dan siapa saja yang ada di lingkungannya. Anak-anak keluarga sakinah akan dikenali dari akhlaknya yang santun, menghormati yang tua, menyayangi yang kecil, tidak suka mengganggu atau merugikan orang lain, jujur ketika berjual beli dan bertutur-kata. Siapapun yang melihat mereka akan berharap anak mereka-pun bersikap serupa, karena kesantunan dan kebaikan akhlak mereka. Anak-anak seperti ini akan menjadi cahaya mata bagi orang tua mereka, bahkan juga bagi lingkungannya. Siapapun akan bangga memiliki warga seperti mereka. Singkatnya mereka berusaha meneladani Rasulullah saw dalam hal yang Allah isyaratkan di dalam firman-Nya:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.” (21:107)
Keluarga Yang Egaliter
Keluarga sakinah selalu berusaha mewujudkan suasana “sama tinggi sama rendah” di dalam rumah. Setiap anggota keluarga tidak hanya dikenalkan kewajiban yang harus dipenuhinya, melainkan juga diberitahu akan hak-hak yang dimilikinya. Baik ayah, suami, ibu, isteri maupun anak-anak bahkan pembantu menyadari bahwa ia memiliki hak-hak yang perlu dijaga dan dipenuhi. Dan fihak pertama yang harus memastikan bahwa hak-hak ini terpenuhi adalah kepala keluarga. Bukanlah sebuah miniatur masyarakat Islami atau madani bila yang memperoleh pemenuhan hak hanya sang ayah atau suami sedangkan anak dan isteri hanya punya daftar kewajiban. Misalnya dalam hal saling menasehati. Bukan hanya ayah kepada anak atau ibu kepada anak atau suami kepada isteri terdapat hak menasehati. Melainkan sebaliknya hendaknya dipastikan bahwa anakpun boleh dan dijamin memberikan nasehat kepada orang-tua atau isteri menasehati suami. Inilah miniatur masyarakat Islami dan madani. Ketika Umar bin Khattab berdiri di depan ummat pada hari dilantiknya menjadi khalifah, maka bangunlah seorang lelaki mengangkat pedangnya tinggi-tinggi seraya berujar: “Hai Amirul mu’minin, seandainya perjalanan kepemimpinanmu melenceng dari garis ketentuan Allah dan RasulNya, niscaya pedangku ini akan meluruskanmu.” Maka dengan tawadhu/ rendah hatinya Umar menjawab: “Alhamdulillah ada seorang lelaki ditengah ummat yang Umar pimpin akan meluruskanku tatkala aku menyimpang.” Dan pada saat itu tidak ada seorangpun yang menuduh lelaki tersebut sebagai tidak percaya atau tidak tsiqoh akan kepemimpinan Amirul mu’minin Umar bin Khattab ra. Justeru ke-tsiqoh-annya kepada Umar menyebabkan lelaki tersebut begitu leluasanya menyampaikan aspirasi secara asli dan apa adanya. Hal ini menunjukkan betapa egaliternya suasana masyarakat Islam kala itu. Dan setiap warga menjadi seperti itu karena lahir dari keluarga-keluarga yang memang sejak dini menanamkan nilai-nilai egaliter di rumah masing-masing.
Wallahu a’laam (SAN 29052009)-->http://eramuslim.com/syariah/benteng-terakhir/keluarga-sakinah-miniatur-masyarakat-madani.htm