Selasa, 28 Maret 2017

Kamu Kok Selingkuh?

Rangkuman FOR US (Forum Usroh) #6
*KAMU KOK SELINGKUH? (Ketika Cinta Dikhianati)*

Fasilitator: Ustadz Bendri Jaisyurrahman
Ig/Twitter: @ajobendri
Notulis: @diles_delta

Simak videonya,klik bit.ly/videoforus_6

Bagaimana menyiasati perangkap iblis untuk menghancurkan rumah tangga kita? Sebab salah satu hadits mengingatkan bahwa prestasi terbesar iblis adalah merusak hubungan antar pasangan. Dalam sebuah riwayat disebutkan :

إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِىءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُولُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِىءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ – قَالَ – فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ نِعْمَ أَنْتَ

Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian dia mengirimkan pasukannya. Maka yang paling dekat kepadanya ialah yang paling besar fitnahnya. Lalu datanglah salah seorang pasukannya melapor, “Aku telah melakukan ini dan itu.” Iblis menjawab, “Kamu belum berbuat apa-apa.” Lalu datanglah pasukan lain melapor, “Aku tidak membiarkannya hingga aku menceraikan dia dan istrinya”. Iblis pun mendekat kepada pasukan itu dan memujinya, “Hebat sekali kamu!”. (HR. Muslim)

Di sinilah kita bisa ketahui bahwa prestasi terbesar iblis adalah merusak hubungan rumah tangga. Dari rumah tangga yang rusak akan terjadi kerusakan di mana-mana. Ibnu Taimiyah berpendapat mengenai hukum cerai bahwa hukum dasar perceraian adalah haram. Kalaupun dibolehkan harus berdasarkan hajat kebutuhan, yaitu kebutuhan akhirat. Tetapi hari ini kita akan lebih membahas salah satu penyebab perceraian yaitu perselingkuhan. Faktornya saat berumah tangga, banyak dari kita yang tak menyadari bahwa pernikahan itu bukan sembarang janji. Pernikahan disebut dengan istilah yang sangat sakral yaitu ‘Mitsaqon Gholidzo’(ikatan yang kokoh). Allah SWT menyebut mitsaqon gholidzo dalam situasi yang khusus. Selain nikah ada dua kisah lagi yang Allah sebut dengan mitsaqon gholidzo.

1.       Perjanjian Allah dengan nabi (Q.S Al-Ahzab:7)
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi dan dari engkau sendiri, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.”

2.       Allah menyebut perjanjian dengan bani Israil (Q.S An-Nisa:154)
“Dan Kami angkat gunung sinai di atas mereka untuk menguatkan perjanjian mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka, “ Masukilah pintu gerbang (Baitul Maqdis) itu sambil bersujud,” dan Kami perintahkan pula, kepada mereka, “ Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabat. Dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.”

Perjanjian antara Allah dengan para nabi adalah perjanjian yang wajib kita tiru, yaitu perjanjian yang ditepati, perjanjian yang dikomitmenkan, perjanjian di mana  Nabi tak mungkin berkhianat dari janjinya. Sebaliknya perjanjian Allah dengan Bani Israil adalah contoh perjanjian yang dikhianati. Larangan Allah dilanggar bahkan nabinya saja mereka bunuh akibat berkhianat terhadap janji. Dampak dari seseorang yang mengkhianati mitsaqon gholidzo yaitu ia akan berwatak seperti bani Israil yang mudah berkhianat.

Siapa yang menikah dengan meyakini bahwa inilah janji yang harus ia tepati, ia laksana nabi dalam kehidupannya. Namun, siapa yang menikah dengan berniat akan berkhianat, ia laksana Yahudi yang terlaknat. Ketika lelaki menikah, pada dasarnya ia sedang berada di jalan yang lurus, sedang berupaya menjadikan dirinya laksana nabi yakni komitmen dengan janji. Jika sejak awal kita melihat lelaki yang enggan diajak menikah, lebih menyukai pacaran, hal ini menunjukkan bahwa memang ia bukan lelaki yang berani menepati janji.

Selingkuh adalah pengkhianatan terhadap janji, yang membuat mereka begitu mudah terpesona dengan seseorang di luar pasangan sahnya. Mengapa ada orang setelah menikah dengan mudah mengabaikan pasangannya? Salah satu kesalahan terletak sejak ta’aruf atau pranikah, kita tidak melihat karakter dasar calon kita sebagai orang yang amanah. Itulah mengapa Rosulullah mengingatkan 4 kriteria dalam memilih pasangan. “Wanita dinikahi karena 4 hal, harta, kecantikan, keturunan, dan agama. Pilihlah karena agamanya niscaya kamu beruntung”. Atau dalam redaksi lain dijelaskan maknanya, "Pilihlah karena agamanya, jika tidak kau akan menyesal (taribat yadaka)". Menurut ulama, dalam hadits ini Rosulullah ingin memberitahu bahwa jika seseorang tidak memilih pasangan berdasarkan agama, kelak tanganmu akan berdebu (taribat yadaka). Istilah ini dipakai orang Arab sebagai bentuk penyesalan yang teramat dalam, penyesalan yang membuat seseorang hingga mengais-ngais tanah atau debu.

Salah satu faktor munculnya perselingkuhan adalah kesalahan dalam memilih pasangan, bukan karena yang kuat agamanya. Diceritakan oleh Ibnul Mubarok tentang sahabatnya yang ingin menikah, kemudian bertemu dengan seorang syaikh dan berkata,“Nikahkan saya dengan anak anda”. Syaikh tersebut bertanya,“Kamu sudah lihat anak saya?”. “Belum, tapi saya percaya anda orang baik pasti anak anda juga wanita sholeha”, jawab si pemuda. Dan akad pun terjadi. Ternyata istrinya adalah seorang yang buruk rupa. Tetapi pemuda tersebut tetap melanjutkan pernikahan hingga ajal menjemput istrinya di usia pernikahan yang ke 25 tahun. Saat sakit dan mendekati ajal sang istri bertanya apa yang membuat suaminya tetap bertahan, tidak menjelek-jelekkan dia dihadapan temannya serta tidak pernah terpikir untuk menikah lagi. Suaminya menjawab “Ketika aku menikah denganmu, aku bukan sekadar berjanji kepada bapakmu tetapi aku telah berjanji setia kepada Tuhanku. Maka mohon bantu aku untuk setia kepada Tuhanku agar akupun setia terhadapmu dan menjaga perasaanmu”.

Hikmah kisah ini, lelaki yang setia kepada Tuhannya, maka dia setia menjaga pasangannya. Berusaha untuk tak menyakitinya. Inilah kaidah dalam memilih pasangan.

Bagaimana dengan poligami? Poligami bukan pengkhianatan selama caranya tidak dengan perselingkuhan dan tidak mendekati wanita lain dengan cara yang melanggar syariat. Terlebih jika si suami sudah punya perjanjian sebelum menikah untuk tidak poligami, maka ia harus tepati janji itu. Sebab ciri orang beriman adalah menepati janji.

Ketika sudah membuat perjanjian namun suami tetap berpoligami, maka suami telah mengkhianati janjinya. Dan itu bukan ciri orang mukmin. Maka saya tekankan (ust Bendri) yang salah bukan poligaminya, tapi cara poligaminya yang tidak sesuai syariat. Karena banyak yang melecehkan syariat Islam dengan mengatakan “Yang berpoligami sudah pasti selingkuh”. Ini sama saja menuduh Nabi selingkuh, dan itu tak boleh diucapkan seorang muslim.

*Mengapa ada perselingkuhan?*

1.       Karena LEMAH IMAN. Ini adalah salah satu hal yang harus dikuatkan. Lelaki yang setia pada Allah akan menjaga perasaan istrinya, “Istriku gak suka nih kalau aku whatsappan sama akhwat ini”. Itulah sebabnya suami dan istri harus saling mengingatkan untuk beribadah, membangunkan untuk shalat malam, dan ibadah lainnya. Itulah salah satu cara agar masing-masing kita tetap berada dalam cinta Allah.

2.       Karena ada hak dasar yang tak terpenuhi. Masing-masing suami dan istri ada haknya.

Dua hak suami:

a.       Terkait urusan seksual. Jangan biarkan suami mengeluarkan syahwatnya dengan cara yang salah. Jika tak ingin suami berselingkuh, pastikan penuhi kebutuhan seksual suami minimal 3 hari sekali.

b.      Ego dan harga diri. Walau gaji istri lebih tinggi, istri tetap harus meminta izin untuk membelanjakan hartanya. Meski pendidikan istri lebih tinggi dari suami, suami tetap harus dimuliakan. Ketika suami direndahkan harga dirinya, maka dia berpeluang untuk mencari yang lain.

Hak istri

a.       Aman secara fisik, ketika suami mudah menyakiti fisik istri maka istri akan mudah berpeluang untuk mencari yang lain.

b.      Nyaman secara psikologis. Jika istri direndahkan, dilecehkan, selalu dibuat sedih, maka istri berpeluang mencari sosok yang lain.

3.       Hubungan pasutri yang aneh. Aneh jika antara suami dan istri seperti orang lain, tidak saling mengetahui hal privasi satu sama lain. Hape diproteksi, padahal perselingkuhan bermula dari hape yang diproteksi atau pesan yang dihapus. Apa yang harus ditakutkan dari pasangan kita? Allah sudah menegaskan bahwa suami dan istri adalah pakaian, saling mengetahui aib dan saling menutupi aib. Jika privasi terjadi antara suami dan istri, ini adalah peluang untuk masuknya orang lain dalam rumah tangga.

4.       Pergaulan yang salah. Dalam hubungan suami dan istri penting mengetahui siapa teman suami, dan siapa teman istri. Sebab teman dari pasangan mempengaruhi juga sikap pasangan terhadap kita.

5.       Menyepelekan adab kepada lawan jenis. Jangan menyepelekan meskipun dia seorang ustadz atau yang tampak sholeh sekalipun. Allah sudah peringatkan bahwa godaan syahwat sangat berat, hingga Allah tegaskan dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 24 “ Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepada Yusuf. Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda dari Tuhannya. Demikianlah Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh, Yusuf termasuk hamba yang terpilih.”

Ayat ini memberi petunjuk, bahkan seorang Yusuf saja sempat tergoda oleh perempuan cantik saat perempuan itu menggodanya. Dan itu normal sebagai manusia. Untunglah Nabi dijaga Allah dari dosa. Dengan kata lain, nabi saja bisa tergoda apalagi kita. Sama sekali bukan jaminan meskipun kita seorang ustadz, penghapal AlQur’an, atau ketua organisasi keislaman. Maka jangan menyepelekan urusan syahwat.

*Bagaimana jika selingkuh telah terjadi?*

A.        Bagi pelaku

1.       Wajib taubat nasuha, jika tidak ia akan terlaknat laksana Yahudi, hidupnya tak akan berkah, tak akan pernah bahagia. Sering terjadi kesalahan, pelaku selingkuh hanya terfokus bagaimana agar istri tidak menceraikan, tetapi tak fokus bagaimana agar Allah mengampuni, agar Allah tidak melaknat. Sebab yang kau khianati adalah Allah, engkau zina. Jika Allah sudah mengampuni, perlahan istripun juga memaafkan jika Allah ridho.

2.       Terima konsekuensi, baik itu perceraian ataupun konsekuensi lainnya.

3.       Melakukan perbaikan yang konsisten. Jangan kembali dalam pergaulan yang masa lalu. Cari pergaulan dengan lingkungan yang baik, bersama orang-orang sholeh.

4.       Sabar. Jika istri ternyata masih ingin bersama kita, jangan berharap istri langsung memaafkan. Sebab wanita bisa memaafkan tapi tidak bisa melupakan.

5.       Buat aturan ketat terhadap diri sendiri. Keluar dari kantor tempat diri dan selingkuhan bekerja. Tidak melayani obrolan pribadi via apapun, dll.

B.      Bagi korban (yang diselingkuhi)

1.       Sabar, jika bersabar menerima hal tersebut, insyaa Allah akan menjadi pintu surga.

2.       Evaluasi diri, jangan selalu menuding dia yang salah. Fokuslah kepada peningkatan kualitas diri

3.       Memandu taubatnya pasangan (jika ia ingin bertaubat) jangan biarkan ia taubat sendiri, harus dibimbing. Jika pasangan tidak ingin bertaubat, pilihannya ada pada kita, apakah ingin terus bersama atau tidak.

4.       Mencegah lisan dari membongkar aib kepada yang tak berhak. Jangan berbicara kepada sembarang orang. Salah satu sebab pasangan kembali kepada selingkuhannya karena merasa sudah telanjur selalu diceritakan dan dibahas.

5.       Pikirkan rencana masa depan, bagaimana jika perceraian terjadi atau bagaimana jika tetap bersama. Harus move on, jangan sampai berlarut-larut dalam kesedihan, sebab anak akan menjadi korban dengan sampah emosi dari kita.

*KESIMPULAN*
Dalam pernikahan, suami dan istri harus sama-sama meningkatkan kualitas diri dalam hal iman. Bukan hanya suami yang dituntut untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan tetapi istripun juga harus demikian. Kesalahan mendasar pada kita, yang disuruh sholeh hanya suaminya saja. Padahal kita tidak pernah tahu kehendak Allah dalam pernikahan kita. Bisa jadi Allah uji kita dengan suami yang menduakan kita, entah dengan cara yang salah yaitu berselingkuh atau dengan cara yang halal yaitu poligami. Jika kita tidak perbarui iman (standar iman kita masih sama seperti sebelum menikah) lalu Allah berikan ujian, kemudian kita melakukan keburukan sampai meminta cerai, yang rugi adalah kita sendiri. Maka pastikan untuk para akhwat, yang disuruh sholeh jangan hanya suaminya, tetapi kita juga. Agar jika Allah uji dengan perselingkuhan atau poligami, kita wajib menyelamatkan diri kita. Karena PERNIKAHAN ITU HUBUNGAN KITA DENGAN ALLAH. Jika itu terjadi, wanita sholehah akan berpikir dan bersikap berdasarkan bimbingan Allah, bukan karena emosi sesaat.

Suami yang memperbarui imannya, akan terus menjaga perasaan istrinya, dan istripun meningkatkan pula keimanannya. Sebab kita tidak pernah tahu kondisi di masa depan. Apakah suami yang kita harapkan akan khilaf dan ketika khilaf apakah kita akan membunuh diri kita dengan membalasnya ataukah karena kesholehahan kita, kita akan memaafkannya dan mencari cara untuk memperbaiki pernikahan bersama-sama. Wanita yang sholeha harus siap menerima semua takdir yang Allah berikan, bukan hanya ketika suami berselingkuh atau poligami, tetapi juga ketika suami meninggal. Hal ini terjadi karena kesholehahannya bermanfaat untuk dirinya.

Wallahu ‘alam

*Sesi diskusi*

PERTANYAAN 1:

a.       Jika menghapus pesan dari teman karena berbicara tentang mantan tapi isinya bukan tentang perselingkuhan, menghapus pesan hanya agar suami tidak salah paham, bolehkah?

b.      Bagaimana memperingatkan kepada teman tentang seseorang yang ingin berdekatan dengannya bahwa ia bukan seorang yang baik tanpa harus membuka aibnya?

TANGGAPAN USTADZ BENDRI
a.       Boleh, jika niatnya menjaga perasaan suami agar suami tidak cemburu. Selama temannya memastikan bahwa ia bicara hal yang wajar saja. Tetapi yang paling penting, hakikat dari perselingkuhan adalah ketika ia meyakini bahwa dalam hatinya ini adalah dosa. Sebab menurut Rosulullah dosa adalah sesuatu yang ketika orang lain mengetahui kita malu. Jadi jika yang kita bicarakan kepada teman dan kita biasa saja dan tidak malu, maka ini bukan dosa. Kita hanya menjaga perasaan pasangan. Tetapi jika kita berbicara kepada orang lain kemudian kita malu atas apa yang kita ucapkan maka ia adalah dosa.
b.      Para ulama membolehkan kita membuka aib untuk menyelamatkan orang. Sebab Rosulullah pernah melakukan hal tersebut ketika ada seorang sahabat yang meminta masukan terkait calon pasangan yang akan dinikahi bahwa orangnya begini dan begini. Justru jika kita tutupi kitalah yang akan berdosa. Asal kita mengetahui yang benar karena berinteraksi langsung bukan sekadar ‘katanya’. Itu bagian dari hak seorang saudara agar rumah tangganya nanti tidak rusak karena sejak awal salah dalam memilih pasangan. Kita wajib menutupi aib jika orang tersebut sudah bertaubat.

PERTANYAAN 2:
Bagaimana jika pasangan ketika kondisi emosi selalu membandingkan dengan kelebihan-kelebihan yang ada pada pasangan orang lain? Apakah itu bagian dari selingkuh?

TANGGAPAN DARI PESERTA
Jika kita melihat kelebihan yang ada pada pasangan lain, pikirkanlah bahwa kita tidak pernah tahu urusan dapur mereka, bisa jadi mereka lebih buruk dari kondisi kita. Maka caranya adalah kita harus bersyukur dengan pasangan kita agar tidak membandingkan dengan tetangga.

TANGGAPAN USTADZ BENDRI
Sebelumnya kita harus belajar manajemen konflik, saat ada konflik yang kita pikirkan adalah kemenangan bersama agar kita menjadi pasangan yang makin mesra dan makin kuat. Salah satu manajemen konflik adalah kita membuat resolusi konflik. Contoh, saya (ust Bendri) dan istri jika marah kita sepakat untuk _no texting_, harus bertemu agar tidak ada kesalahpahaman. Yang kedua, saat marah tidak boleh di depan anak. Yang ketiga, semarah-marahnya wajib memperhatikan hak. Resolusi ini membantu kita menginternalisasi masalah kita.

Jadi jika marah namun kita membandingkan dan menyebut kelebihan orang lain, kita justru akan menciptakan luka yang baru. Misal diibaratkan pada tubuh, pada awalnya luka hanya di kaki, namun karena lisan yang tidak terkontrol, luka menyebar ke mana-mana. Disitulah wujud prasangka, dan dari prasangka hadirlah was-was “jangan-jangan dia...” Maka buatlah resolusi konflik. Sebab marah itu tidak bisa dicegah. Rosulullah pun memiliki resolusi konflik. Rosulullah saat marah dengan istrinya ia diam, namun Rosulullah tetap menjalankan tanggung jawabnya sebagai suami untuk melindungi istri ketika Aisyah ditampar oleh ayahnya ketika berselisih dengan Rosulullah. Mesti diingat bahwa meskipun kita sedang marah, kita tetap dalam jalinan suami istri, yang masih memiliki tanggung jawab, jangan sampai hanya karena marah kita mengabaikan tanggung jawab.

Jika sedang konflik, yang harus di rumah adalah istri, suami yang keluar meskipun itu rumah suaminya. Ali dan Fatimah pernah ribut, sampai Rosulullah pernah mengatakan “Mana anak pamanku?” kemudian Fatimah bercerita bahwa antara ia dan Ali sedang ada masalah. Saat konflik terjadi Ali memilih untuk ke masjid.

PERTANYAAN 3:
1.       Ketika perselingkuhan telah terjadi, salah satu pasangan mengetahui bahwa pasangannya selingkuh, dan ia ingin membalas dengan perselingkuhan. Bagaimana hukumnya?
2.       Jika pelaku selingkuh telah taubat dan korbanpun memaafkan, tetapi korban masih terus terbayang-bayang, dan ketakutan bagaiman jika terjadi lagi. Apa kira-kira yang harus dilakukan?

TANGGAPAN PESERTA
1.       Pengalaman dari teman yang ingin membalas suaminya yang selingkuh dengan selingkuh pula. Kemudian ia berubah pikiran karena berpikir “jika saya membalas perselingkuhan suami dengan perselingkuhan juga, lalu kapan damainya rumah tangga saya? Saya tidak akan membalasnya meskipun saya masih ingat dengan mantan saya.” Ketika suami mengetahui bahwa istrinya punya niatan untuk selingkuh, suaminya pun marah tetapi istri dengan tenang mengakui dan meminta maaf karena sempat terpikir untuk berselingkuh juga. Karena hal tersebut, akhirnya kedamaian pun terjadi dalam rumah tangga mereka.

2.       Ada pula kisah seorang istri yang membalas perselingkuhan suaminya bukan dengan perselingkuhan pula, tetapi dengan tahajud tiada henti, mendoakan tiada henti dan terus mempercantik diri. Pada akhirnya suamipun kembali kepadanya dan semakin sayang dengan sang istri tersebut.

TANGGAPAN USTADZ BENDRI

1.       Jangan melihat dari aspek psikologis. Seorang yang membalas perselingkuhan dengan perselingkuhan faktornya karena tidak menyadari bahwa selingkuh adalah dosa besar, pengkhianatan terhadap Allah. Jadi jangan sampai kita menjatuhkan diri kita kepada dosa yang sama. Sudah suami berselingkuh, lalu kemudian kita balas juga dengan berselingkuh. Dosa itu tidak boleh dibalas dengan dosa. Dosa tidak boleh diperlombakan. Karena jika demikian, yang rugi adalah diri sendiri. Jika ada yang membalas perselingkuhan dengan perselingkuhan, sejati ia sedang membunuh dirinya sendiri. Yang mesti selalu kita ingat adalah, selingkuh itu bukan tentang hubungan kamu dengan pasanganmu, tetapi selingkuh adalah tentang hubunganmu dengan Allah. Jika membalas dengan perselingkuhan, mungkin akan puas di dunia, tetapi tidak diakhirat.

Pernikahan yang tidak ideal itu, seringkali menjadi pintu surga bagi kita selama kita tangguh. Coba lihat Nuh dan Luth yang memiliki istri seorang kafir tidak pernah ada riwayat yang mengisahkan bahwa mereka menceraikan istrinya. Bahkan Asiyah istri Fir’aun, memiliki suami terjahat di dunia, tetapi tidak meminta diceraikan. Karena Nuh, Luth dan Asiyah melihat pernikahan adalah hubungan dengan Allah, bukan hubungan dengan pasangan. Karena itu ketika dalam permasalahan rumah tangga jangan sampai kita menjadi pribadi yang rugi di akhirat. Lihat Zakaria, meskipun istrinya mandul, ia tidak berniat untuk menceraikannya. Zakaria mempertahankan pernikahannya sampai istrinya hamil sebagai buah dari kesabarannya. Yang membuat kita mulia dalam pernikahan karena kita menganggap pernikahan itu adalah ibadah, dan ingat bahwa ibadah itu bukan sekadar perkara senang-senang dan nikmat-nikmat, tetapi ibadah adalah ketika kita diberi kesusahan namun kita bersabar, maka itu adalah ibadah bagi kita. Makanya kenapa menikah itu adalah ibadah, bukan hanya ketika mensyukuri nikmat bahagianya, tetapi bersabar terhadap kekurangan dalam pernikahan. Adakalanya kita ibadah dengan bersyukur, adakalanya kita beribadah dengan bersabar. Maka ketika pernikahan tidak sesuai dengan harapan kita, jangan sedikit-sedikit minta cerai, artinya kita tidak memahami hakikat ibadah dalam pernikahan.

PERTANYAAN 4
Bagaimana jika pasangan yang berselingkuh sudah menghamili wanita lain? Apa yang harus kita lakukan?
TANGGAPAN USTADZ BENDRI
Pastikan bahwa pasangan menyesali atas yang dilakukan. Jika dia tak bertaubat, pilihan ada di kita. Sebab jika menjalani pernikahan dengan seseorang yang menyukai dosa, itu akan ikut mencemplungkan kita dalam dosa jika kita tidak kuat, kecuali jika kita kuat menghadapinya, tidak masalah untuk bertahan, selama kita tidak ikut-ikutan.
Jika dia bertaubat, meskipun bagi kita berat, dia menikahi wanita yang hamil tersebut. Bolehkah menikahi wanita yang hamil? Ada pendapat dari beberapa ulama yang membolehkan (meskipun ada yang mengharamkan) tetapi harus dinikahi oleh yang menghamilinya. Jika dinikahi dengan yang bukan menghamilinya itu tidak boleh, harus menunggu bayi tersebut lahir dulu. Tapi ada pula ulama yang berpendapat,  menikahinya ketika bayi tersebut telah lahir. Intinya pertanggungjawabannya boleh, jika ternyata menikah itu membuat ia selamat agamanya. Misal, jika wanita yang dihamilinya adalah wanita baik (wanita muslimah yang sama-sama khilaf), yang menikahinya akan membawa kebaikan, maka boleh dinikahi. Namun jika yang dihamili bukan wanita baik-baik (pelacur, atau wanita jahat lainnya), boleh untuk tidak dinikahi, karena dikhawatirkan akan membawa dampak buruk dengan agama kita, maka bolehlah kita untuk taubat tanpa menikahi. Jadi patokan untuk menikahi atau tidak menikahi wanita yang dihamilinya, patokannya hanya atas dasar urusan agamanya, jadi bukan sekadar bertanggung jawab. Setelah itu wajib membuat perencanaan untuk totalitas hijrah yang dibuktikan dengan seberapa kuat ia untuk meniti jalan taubat. Sebab kunci taubat ada dua, meninggalkan sumber kemaksiatan, dan berjalanlah menuju rahmat Allah dengan mendatangi guru agama atau ustadz yang akan membimbingnya. Sebab bertaubat tanpa bimbingan itu akan sia-sia. Dan bagi istri yang mengalami hal ini, pahalanya amat besar jika membantu suami bertaubat. Paksa suami untuk rajin mengaji dan ikut kajian.

✅ Hadiri ForUs #7 dengan tema *"AYAH ADA AYAH TIADA (Solusi Pengasuhan bagi Ayah Bekerja)"*
🗓 Ahad, 9 April 2017
⏰ 12.30-15.00
✅ Fasilitator : Ayah Irwan Rinaldi (Penggiat Keayahan) & Ustadz Bendri Jaisyurrahman
🕌 Masjid Al Azhar Kebayoran Baru, Jaksel

*Forum Usroh*
_KARENA KELUARGA BEGITU BERHARGA_

Selasa, 21 Maret 2017

Mendidik Fitrah Keimanan

🌷 Mendidik Fitrah Keimanan 🌷
*Oleh: Ust. Harry Santosa*

#fitrahkeimanan

Fitrah adalah Islamic Concept of Human Nature (konsep Islam ttg Asal Mula Kejadian Manusia). Sejak lahir manusia telah membawa pokok kebaikan (innate goodness) yang sangat cukup untuk menjalani peran peradaban spesifiknya dalam rangka mencapai maksud penciptaan untuk Beribadah (Hamba Allah) dan untuk menjadi Khalifah Allah di muka bumi.

Diantara aspek fitrah adalah kecenderungan manusia untuk beriman atau bertuhan, yang disebut fitrah keimanan. Fitrah keimanan bahkan telah diinstal sejak di alam rahiem (QS 7:172) dalam bentuk persaksian Allah sebagai Robb (kholiqon-pencipta, roziqon-pemberi rezqi, malikan-pemilik/pemelihara dstnya).

Instalasi persaksian ini kemudian muncul dalam kenyataan bahwa tiap bayi lahir menangis. Para ulama mengatakan bahwa bayi menangis karena "seeking Allah" atau mencari Allah, dalam hal ini adalah Robb. Itulah mengapa menyusui diwajibkan karena sebagai bentuk penguatan dan perawatan syahadah Rubbubiyatullah. Dalam pemberian ASI, sang bayi merasakan adanya Zat yang memberi rizqi, melindungi, merawat, menyayangi dstnya.

Perihal syahadah Rubbubiyatullah ini juga nampak pada perihidup bangsa bangsa, bahwa tiada satu sukupun di muka bumi yang tidak ada tempat untuk sujud kepada Tuhan.

Atheisme sendiri baru dikenal manusia pada Abad 18an sebagai bentuk penolakan terhadap penindasan Raja Diktator dan Gereja. AlQuran bahkan menyebut bahwa Kafir Quraisy sekalipun mengakui Tauhid Rubbubiyatullah. "Jika ditanyakan kpd mereka siapa yang menciptakan langit dan bumi, maka mereka menjawab Allah".

Karenanya dalam hadits ttg Fitrah, dikatakan bahwa "setiap anak lahir dalam keadaan fitrah, orangtuanyalah yang merubahnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi" , namun dalam hadits ini tidak dikatakan merubahnya menjadi Muslim. Mengapa? Karena setiap bayi sudah lahir dalam keadaan Islam.

Lalu bagaimana Mendidik Fitrah Keimanan?

Mendidik fitrah keimanan, tentu bertahap sesuai tahapan usia.

Usia 0-2 tahun. Ini tahap penguatan fitrah keimanan dengan memberikan ASI secara eksklusif, menghadirkan hati, perhatian, sentuhan, pandangan dsbnya ketika menyusui. Inilah tahap penguatan awal Tauhid Rubbubiyatullah.

Usia 3-6 tahun.

Ini tahap merawat fitrah keimanan dengan membangun imaji imaji keindahan ttg Allah, ttg Rasulullah SAW, ttg Islam dan kebaikan lainnya sehingga melahirkan kesan dan cinta yang mendalam. Cinta sebelum Islam, Iman sebelum Amal.

Dilarang merusak imaji imaji anak di usia ini ttg indahnya alHaq. Para ulama meminta untuk menunda menceritakan ttg neraka, perang akhir zaman, Dajjal, qiyamat dstnya. Dilarang memaksa, menyakitkan hatinya, dstnya, tahap ini sepenuhnya full cinta namun tidak memperturutkan yang tidak baik.

Ceritakanlah hal hal indah yang membuat ananda sangat tergugah, berkesan mendalam dan antusias pada kebenaran. Suasanakanlah keshalihan dalam setiap momen dan kesempatan tanpa terasa dan formal.

Ini tahap emas untuk mengenalkan Allah, Rasulullah SAW dan kebaikan kebaikan Islam. Anak sedang pada puncak imaji dan abstraksinya, alam bawah sadarnya masih terbuka lebar, maka mengenalkan apapun ttg kebaikan apalagi dgn cara berkesan akan masuk ke dalam bawah sadarnya dna menguatkan fitrahnya. Penting mengkontekskan semua peristiwa baik dengan Allah dalam setiap kesempatan.

Teladankan kebaikan tanpa pasang target untuk segera diikuti. Hindari semua bentuk formal dan penerapan disiplin yang membuatnya jadi membenci kebaikan itu sendiri. Ingat bahwa sholat baru diperintah saat usia 7 tahun, jadi di bawah 7 tahun sholat diimajikan indah bukan dipaksa tertib gerakan, tertib bacaan, tertib waktu. Misalnya penting setiap azan berkumandang,  wajah bunda menjadi sumringah dan tersenyum seindah mungkin, bahkan memeluk dan mengucapkan kata kata indah di telinga ananda.

Dahulukan amar ma'ruf daripada nahi munkar. Misalnya jika anada naik ke atas meja, katakan saja "nak meja untuk makan, kaki untuk ke masjid atau ke taman" daripada panik dan menyebut keburukan.

Diharapkan pada fase ini anak sudah antusias mengenal dan menyebut nama Allah di usia 3 tahun. Nanti di usia 7 tahun, diharapkan ketika kita mengatakan, "nak, sholat itu diperintah oleh Allah lho..." maka ananda menerima perintah Sholat dengan suka cita".

Usia 0-6 tahun adalah masa emas bagi mendidik fitrah keimanan, dengan menguatkan konsep Allah sbg Robb, melalui imaji imaji indah yang melahirkan kecintaan kpd Allah, Rasulullah SAW, Islam. Metodenya adalah keteladanan dan suasana keshalihan yang berkesan mendalam.

Usia 7-10 tahun.

Ini adalah tahap menumbuhkan dan menyadarkan Tauhid Mulkiyatullah. Pada tahap ini ananda sedang sangat kritis (fitrah belajar dan bernalar pada puncaknya), mereka juga mulai bergeser dari ego sentris ke sosio sentris, mereka mulai memahami adanya keteraturan di alam dan di kehidupan.

Inilah tahap yang tetap menumbuhkan dan menyadarkan bhw Allahlah Sang Maha Pengatur, Sang Maha Pembuat Hukum, Zat Yang harus ditaaati. Fitrah keimanannya ditumbuhkan dengan membaca alam dan mentadaburi keteraturan ciptaan Allah di alam semesta.

Fitrah keimanan tumbuh baik dengan menginteraksikannya pada kenyataan keteraturan yang indah dan sempurna alam semesta. Keimanannnya mulai berbunga menjadi keinginan kuat memahami keteraturan itu dan mencintai Sang Maha Pengaturnya. Keimanan tidak bisa lagi lewat kisah kisah menjelang tidur, namun harus dialami langsung dengan interaksi di alam.

11-14 tahun.

Ini tahap mendidik fitrah keimanan untuk Tauhid Uluhiyatullah. Metodenya adalah  mengokohkan fitrah keimanan melalui ujian ujian kehidupan sehingga mennjadi kebutuhan. Iman itu perlu diuji bukan lagi dikisahkan atau diinteraksikan, tetapi melalui beban beban kehidupan dalam batas kesanggupannya. Ingat bahwa fitrah keimanan bukan bicara seberapa banyak ilmu agama yang direkam di benak, namun bicara seberapa banyak anak mengokohkan keimananannya melalui cinta yang mendalam pada alHaq.

Pada tahap ini, memberikan anak kesempatan untuk merantau yang tidak terlalu jauh, berbisnis kecil kecilan, memberi investasi, memagangkan pada maestro, melibatkan pada aktifitas dakwah dll. Maka kita akan lihat, bagaimana fitrah keimanannya diuji dalam kehidupan.

Rasulullah SAW memulai magang berdagang bersama pamannya dan merantau ke Syams sejak usia 11-12 tahun. Maka kita lihat Rasulullah SAW piawai di dakwah dan piawai di pasar.

Dalam ujian ujian kehidupan itu mereka akan menyadari butuhnya sholat malam, butuhnya panduan alQuran dan alHadits, butuhnya memperbaiki misi hidup sesuai yang Allah kehendaki dstnya.

Peran Peradaban atas Tumbuhnya Fitrah Keimanan

Fitrah Keimanan yang tumbuh paripurna akan berujung kepada peran peradaban berupa ghairah dan antusias Menyeru Kepada Tauhidullah. Inilah adab tertinggi kepada Allah sebagaimana yang ditugaskan kepada para Nabiyullah Alaihimusalaam sepanjang sejarah.

Salam Pendidikan Peradaban

#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak