Minggu, 31 Juli 2011

Jelang Ramadhan 1432 H

Hmm....Tak terasa saat ini kita sudah berada beberapa detik menjelang Ramadhan 1432 H. Ya Rabb Semoga kau ijinkan dan sampaikan hamba di bulanMU yang penuh berkah ini ya ..Can't hardly wait it ^_^

Ya nanti malam, insya allah kita dah akan melaksanakan shalat tarawih..wah benar2 ngga terasa, dah Ramadhan lagi. Padahal bisa dibilang rasa-rasanya baruu aja kemarin kita ketemu sama ramadhan, dimana kita bubar bareng sama temen2, shalat tarawih bareng, dll dan saat ini alhamdulillahkan semoga saja akan dipertemukan kembali dengan ramadhan lagi. Ya Ramadhan 1432 H telah didepan mata...

Jadi ingat ramadhan tahun lalu sempat byk kejadian yg membahagiakan. Alhamdulillah di ramadhan th lalu, diijinkan sama Allah tuk bisa jalan2 ke masjid yg ada disekitar rumah. Yupz, ramadhan th lalu kita road to Masjid with my beloved sister Affi Fauziati...Seneng bisa shalat tarawih jama'ah disana. Kita sempat merasakan sholat tarawih di Masjid Baabussalam-Rawamangun, Masjid An Nizhom-Rawasari, Masjid Salman Al Farisi, Masjid Sunda Kelapa, Masjid Baitul Ihsan BI, Masjid At Taqwa Bea Cukai...and banyak bangets kejadian yg dialami selama kita road to masjid..Hmm affi masih ingat ngga ya (semoga aja masih ya fi :)) Oh ya alhamdulillah sekarang  affi ini dah menikah, tepatnya bln Mei th ini. Jadi  bisa dibilang ini adalah ramadhan dia yg pertama dg suamimnya dan keluarga barunya. Semoga dirimu diberikan kemudahan ya fii dlm melaksanakan ramdhan di th ini. aamiin :) Oh ya di Ramadhan kemarin jg sempat ikutan tahsin dan jd py keluarga baru juga :) Nambah temen dan sdr juga ...Semoga aja di Ramadhan th ini akan ada lagi ya atauapun kajian yg serupa dg itu..I hope so

Semoga aja harapanq di ramdhan th ini lebih banyak kebahagian dan keberkahan yg kan q dan keluargaku dapatkan. Aamiin Ya Rabb... Ya Rabb, Mudahkan kami sekeluarga tuk dapat menjalani keta'atan kepadamu di Ramadhan th ini. Semoga amalan-amalan yang kami jalankan pun akan lebih berkualitas dibandingkan tahun sebelumnya..Mudahkan Ya Rabb..Mudahkan Ya Rabb..Mudahkan Ya Rabb...aamiin ya mujiibassaailiin ^-^

Diatas Ranjang Kematian

Kisah para tauladan menyambut kematiannya.
dakwatuna.com - Saudaraku, berikut ini kisah para Nabi dan sahabat yang mulia saat menyambut kematiannya. Kisah-kisah mereka penuh teladan, sarat pesan dan menjadi bahan renungan.

Kekasih Allah Ibrahim Allaihi Salam
Bercerita Imam Muhasabi dalam kitab “Ar-Riayah” bahwa Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim, allaihi salam:  ”Wahai kekasihku, bagaimana engkau menemukan kematianmu?” Dia berkata: Seperti tusuk besi (yang dipakai untuk membakar daging) yang diletakan di atas bulu yang basah, kemudian ditarik.” Kemudian Allah berfirman, “Sungguh (yang demikian itu) telah kami mudahkan kematian bagimu, Wahai Ibrahim.”

Nabi Allah Daud, Allaihi Salam
Diriwayatkan bahwa malaikat maut datang untuk menjemput Nabi Daud alaihi salam.  Daud berkata: “Siapakah engkau?” Dia menjawab, “kami yang tidak takut raja dan tidak mengabaikan orang-orang kecil, kami juga tidak menerima suap”. Daud berkata: “Jika demikian, anda adalah malaikat kematian?” Dia menjawab: “Ya”, Daud balik berkata: “Kok, mendadak begini, aku tidak mendapatkan pemberitahuan (terlebih dahulu)” Malaikat berkata: “Hai Daud, di mana sahabat-mu fulan? Di mana pula si fulanah, tetanggamu?” “Mereka sudah mati”, jawab Daud. “Bukankah itu pemberitahuan padamu untuk bersiap-siap.”

Nabi yang diajak bicara oleh Allah, Musa allaihi salam
Dikisahkan bahwa Nabi Musa allaihi salam ketika jiwanya berangkat menuju Allah, Allah berfirman: “Hai Musa, Bagaimana kau menemukan kematian?” Dia menjawab, “Aku mendapati diriku seperti burung hidup yang digoreng di atas penggorengan, tidak mati sehingga aku istirahat, dan tidak bertahan hidup sehingga aku terbang”. Diriwayatkan bahwa Musa berkata: “Aku menemukan diriku sebagai seekor kambing dikuliti oleh tukang daging dalam keadaan hidup”.

Ruh Allah, Isa allaihi salam.
Isa putra Maryam, allaihi salam, berkata, “Wahai kaum Hawariyin, berdoalah kepada Allah agar kalian dimudahkan pada saat syakrat (maut) ini” Diriwayatkan bahwa kematian lebih berat dari tebasan pedang, gorokan gergaji dan capitan gunting.

Rasulallah saw menggambarkan kematian kepada para sahabatnya.
Diriwayatkan dari Syahr bin Husyab dia berkata, Rasulullah saw ditanya tentang beratnya kematian? Dia (saw) bersabda, “kematian yang paling ringan adalah seperti bulu wol yang tercerabut dari kulit domba. Apakah mungkin kulit dapat keluar kecuali bersama bulu-bulunya itu?”

Abu Bakar As-shidiq, radiallahu anhu.
Ketika Abu Bakar radiallahu anhu menghadapi hari-hari kematiannya, dia sering membaca, “dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya” (Qur’an Surah: Qaaf 19).
Dia berpesan kepada Aisyah, puterinya: “Lihatlah kedua pakaianku ini, cucilah keduanya dan kafankan aku dengannya. Sesungguhnya mereka yang hidup lebih utama menggunakan baju baru daripada yang sudah jadi mayit.”
Di detik-detik menjelang kematiannya, ia berpesan kepada Umar dengan berkata, “Aku berpesan padamu dengan satu wasiat, sebab tak mungkin engkau mendahuluiku. Sesungguhnya Allah Maha Benar dengan tidak pernah membuat malam mendahului siang, dan siang tak pernah mendahului malam. Sesungguhnya, tidak diterima ibadah-ibadah sunah, jika yang wajib tak ditunaikan. Dan, akan diberatkan timbangan (kebaikan) di akhirat bagi mereka yang menunaikan hak-hak di dunia. Dan akan diringankan timbangan (kebaikan) seseorang di akhirat jika diikuti dengan kebatilan.

Umar bin Khathab, radiallahu anhu.
Ketika Umar bin Khattab ditusuk oleh seseorang, Abdullah bin Abbas datang menjenguknya, dia berkata: “Engkau telah masuk Islam saat orang-orang (lain) masih kafir. Dan engkau selalu berjihad bersama Rasulallah SAW saat orang-orang (lain) malas. Saat Rasulallah SAW wafat dia sudah ridha denganmu”. Umar kemudian berkata, “Ulangi ucapanmu!” Maka diulang kepadanya. Dia kemudian berkata, “celakalah orang yang tertipu dengan ucapan-ucapanmu itu.”
Abdullah bin Umar, puteranya, berkata: waktu itu kepala ayahku di pangkuanku, saat sakit menjelang kematian. Ayah berkata, “letakan kepalaku di atas tanah!” Aku menjawab, “Bagaimana ayah, apakah tidak sebaiknya di atas pangkuanku saja.” “Celaka kamu, letakan di atas tanah.” Ayah setengah membentak. Kemudian, Abdullah bin Umar meletakannya di atas tanah. Umar berkata, “Celaka aku, celaka juga ibuku, jika Tuhanku tidak menyayangi aku.”

Ustman bin Affan, radiallahu anhu.
Setelah ditusuk oleh orang-orang yang memberontak, hingga darah mengalir ke janggutnya, Ustman berkata, “Tidak ada Tuhan selain Engkau (ya Allah), Maha Suci Engkau sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim. Ya Allah, aku memohon perlindungan-Mu, dan pertolongan-Mu atas segala persoalanku, dan aku memohon pada-Mu diberikan kesabaran atas ujian ini.”
Setelah ia akhirnya wafat, para sahabatnya membuka lemari yang terkunci. Mereka mendapatkan satu kertas yang tertulis begini: “Bismillahirrahman ar-rahim, Ustman bin Affan bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, tak ada sekutu bagi-Nya. Dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Dan bahwa syurga adalah benar (adanya). Dan bahwa Allah kelak akan membangkitkan setiap yang dikubur pada hari yang tidak ada lagi keraguan padanya (kiamat). Sesungguhnya Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya. Atas nama-Nya kita hidup, atas nama-Nya kita mati dan atas nama-Nya pula kita akan dibangkitan, insya-Allah.”

Ali bin Abi Thalib, radiallahu anhu.
Setelah ditusuk, Ali radiallahu anhu berkata: Apa yang sudah dilakukan terhadap orang yang menusukku? Mereka menjawab, “kami telah menangkapnya”. Ali berkata, “Beri makan dan minum dia dengan makanan dan minumanku. Jika aku hidup, aku ingin melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Jika aku mati, maka pukulah dia sekali pukul saja, jangan kalian tambahkan sedikitpun.”
Kemudian Ali berpesan kepada Hasan, puteranya, agar memandikannya. Ali berkata, “Jangan berlebih-lebihan dalam mengkafaniku, sesungguhnya aku mendengar Rasulallah SAW bersabda, janganlah bermewah-mewahan dalam berkafan sebab yang demikian itu menghimpit dengan keras.”
Kemudian Ali berpesan lagi: “Bawalah aku di antara rakyat. Jangan terlalu cepat, juga terlalu lambat. Jika aku memiliki kebaikan, niscaya (dengan membawa aku ke hadapan mereka) kalian telah mensegarakan aku menuju kebaikan itu. Jika aku memiliki keburukan, kalian telah mengantarkan aku untuk bertemu dengannya sebelum aku dihisab.”

Amr bin Ash, radiallau anhu.
Pada tahun 43 hijriyah, Amr bin Ash menemui kematiannya saat ia menjadi gubernur di negeri Mesir. Pada hari-hari terakhir menjelang kematiannya, ia berkata, “Aku dulu seorang kafir yang paling keras…. Aku juga orang terkeras pada Rasulallah SAW. Sekiranya aku mati ketika itu, aku pasti masuk neraka. Kemudian, aku berbaiat kepada Rasulallah SAW. Tak ada manusia yang paling aku cintai melebihi beliau SAW. Tak ada yang … Sekiranya aku diminta untuk membuat naat (pada saat kematiannya), niscaya aku tak mampu. Sebab, aku tak pernah bisa berhenti menyeka airmataku sebagai kekagumanku padanya. Sekiranya pada saat itu aku mati, aku mesti masuk syurga…. Kemudian aku diuji setelahnya dengan kekuasaan… dan dengan hal-hal yang aku tidak tahu, apakah akan menolongku atau membebani aku” Kemudian, Amr bin Ash mendongakan kepalanya ke langit, dan berkata,
“Ya Allah… tak ada lagi (alasan) pembebas….. Sehingga aku dapat meminta maaf. Tak ada lagi kekuasaan sehinga aku minta tolong. Sekiranya Engkau tidak merahmati aku, nicaya aku termasuk orang-orang yang celaka!!” Begitulah selalu ia memohon ampun kepada Tuhannya, hingga ajal menjemputnya dan ia mengucapkan, “La Ilaha Illa Allah…”
Diriwayatkan bahwa sebulan sebelum kematiannya, anaknya berkata padanya, “wahai ayah… engkau pernah berucap kepada kami…. semoga kami dapat bertemu sesorang yang cerdas yang dapat menceritakan suasana saat kematian. Engkaulah orang itu, ceritakan pada kami bagaimana kematian? Maka, Amr bin Ash berkata, “Wahai anakku, seakan-akan di punggungku ada lemari yang menindih, dan seakan akan bernafas dari lubah jarum ..

Huzaifah bin Yaman, radiallahu anhu.
Pada suatu hari di tahun ke tiga puluh enam hijriyah…. Huzaifah dipanggil menghadap-Nya. Saat ia berusaha untuk bersiap-siap menuju perjalanan ke negeri akhirat, masuk sejumlah sahabat ke kamarnya… Ia bertanya pada mereka. “Apakah kalian datang membawa kain kafan?” Mereka menjawab, “Ya” Dia berkata, “Tunjukan padaku!” Setelah melihatnya, ia mendapati kain kafan itu masih baru…. Dengan susah payah ia berucap, “Kain kafan apa ini? Sungguh aku hanya butuh dua helai kain putih yang tak terjahit…Sesungguhnya aku tidak menggunakannya di kuburan kecuali hanya sebentar hingga aku mengganti keduanya dengan yang lebih baik… atau yang lebih buruk.
Selanjutnya, dia mengucapkan kalimat yang tak jelas.. Para sahabatnya berusaha mendengarkan… ia berucap: “Selamat datang kematian. Kekasih yang datang dengan membawa rindu. Tak akan beruntung mereka yang menyesal (di hari ini).
Ruhnya kemudian terbang menuju Allah. Itulah salah satu hamba yang paling bertakwa….

Muadz bin Jabal, radiallahu anhu.
Sampailah Muadz bin Jabal ke ajalnya. Ia dipanggil untuk bertemu Allah…. Pada saat sakratul maut, setiap perasaan yang sesungguhnya akan mencuat, dan terucap di lidah seseorang, sekiranya ia masih dapat bicara. Ucapan yang dapat dikatakan sebagai kesimpulan dari perjalanan hidup seseorang. Pada saat-saat seperti itu, Muadz mengucapkan kalimat yang sangat menakjubkan yang mengungkap cita-cita seorang mu’min. Ia menghadap ke langit, seakan berdialog dengan Tuhannya. “Ya…. Allah, aku dulu sangat takut pada-Mu. Tetapi hari ini aku ingin bertemu dengan-Mu. Ya… Allah, sesungguhnya Engkau Maha Tahu bahwa aku tidak mendahulukan dunia untuk akheratku.”

Sa’ad bin Abi Waqash, radiallahu anhu
Pada suatu hari di tahun lima puluh empat hijriyah, Sa’ad bin Abi Waqash telah berusia di atas delapan puluh tahun. Setiap hari ia berharap segera menemui kematiannya. Salah satu anaknya menceritakan, “Suatu hari kepala bapakku aku letakan di pangkuanku, dia bernafas setengah-setengah. Aku menangis. Dia berkata, Apa yang membuatmu menangis, wahai puteraku? Seungguhnya Allah tidak akan mengazabku selama-lamanya. Aku yakin aku adalah penduduk surga.
Suatu kali, Rasulallah SAW telah memberinya kabar baik, dan dia beriman dengan kabar itu yaitu bahwa ia tidak akan diazab karena ia termasuk ahli surga. Nampaknya, ia ingin bertemu dengan Allah dengan mengumpulkan semua bekal yang ia punya. Ia kemudian menunjuk ke arah lemari. Kemudian lemari itu dibuka. Di dalamnya terdapat kain yang sudah sangat lusuh dan robek sana-sini. Ia meminta keluarganya untuk mengkafankannya dengan kain itu, seraya berkata, “Aku berjuang melawan orang-orang Musyrik pada perang Badr (dengan pakain ini), dan aku menyimpannya untuk hari ini!”

Bilal bin Rabah, Sang Muadzin Nabi
Ketika Bilal didatangi kematian… Istrinya berkata, “sungguh kami akan sangat bersedih.” Bilal membuka kain yang menutupi wajahnya, saat itu ia dalam sakratul mautnya. Dia kemudian berkata, “Jangan kau katakan demikian. Katakanlah, sungguh kami akan sangat bahagia” Kemudian dia berkata lagi, “Besok aku akan bertemu pujaanku, Muhammad SAW dan para sahabatnya.”

Abu Dzar al-Ghifari, radiallahu anhu.
Ketika Abu Dzar al-Ghifari mendekati kematiannya, istrinya menangis. Abu Dzar bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Ia menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis, sementara engkau mati di negeri yang tandus begini, sementara kita tidak punya kain untuk mengkafanimu”.
Dia kemudian berkata, “Tak usah bersedih. Aku beri kabar gembira untukmu. Suatu hari aku mendengar Rasulallah Saw bersabda, aku dan para sahabat lainnya ada di situ, “Di antara kalian akan ada yang mati di tempat yang tandus dan disaksikan oleh sejumlah orang-orang beriman”. Tak ada seorangpun dari para sahabat itu yang mati di padang tandus begini. Mereka meninggal di perkampungan dan di tengah-tengah masyarakat. Akulah yang akan mati di tempat tandus ini. Demi Allah, aku tidak berdusta.. tunjuki aku jalan..” Istrinya berkata, “Rombongan haji sudah berangkat, dan aku tak tahu lagi harus ke jalan mana”.
Di padang yang tandus itu, tiba-tiba ada serombongan kafilah lain yang lewat. Demi mendengar suara tangisan dari balik gubuk yang kecil, mereka berhenti dan bertanya-tanya, ada apa? Seseorang di antara mereka mengenali, subhanallah, ini Abu Dzar, sahabat Nabi yang mulia. Mereka menghentikan perjalanannya dan mengurus seluruh prosesi pemakaman Abu Dzar.

Abu Darda, radiallahu anhu.
Ketika Abu Darda menemui kematiannya, ia berkata:
Sudahkah setiap orang mempersiapkan diri untuk seperti aku saat ini? Sudahkah setiap orang mempersiapkan diri untuk seperti aku hari ini?Sudahkah setiap orang mempersiapkan diri seperti aku detik ini?
Kemudian Allah mencabut ruhnya.

Salman Al-Farisi, radiallahu anhu.
Salman al-Farisi menangis saat hendak menemui kematiannya. Ia kemudian ditanya oleh kelaurganya: “Apa yang membuatmu menangis?” Ia berkata, “Rasulallah saw telah memprediksi bahwa perbekalan kita (untuk mati) seperti perbekalan orang berkendara. Sementara di sekelilingku hanya ini perbekalanku.
Ada yang berkata, “Waktu itu di sisi Salman al-Farisi ada ijanah, jafnah dan muthaharah. Ijanah adalah becana (bak) tempat dimana air dikumpulkan. Jafnah: tempat mengumpulan makanan dan air. Al-Muthaharah adalah becana (bak) tempat orang mengambil air yang suci.
Anas bin Sirrin berkata, “Anas bin Malik hadir saat Salman al-farisi menemui kematiannya. Ia berkata, “Talqinkan aku dengan La Ilah Illa Allah, mereka tetap mengucapkan itu hingga ajal menjemputnya.”

Abdullah bin Mas’ud:
Ketika Abdullah bin Mas’ud menemui kematiannya, ia memanggil puteranya: “Ya Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, aku ingin berpesan padamu tentang lima hal. Jagalah demi menjalankan pesanku ini. Pertama: Hilangkanlah rasa putus asa dari hadapan orang banyak, sebab demikianlah kaya yang sesungguhnya.
Kedua: Tinggalkan mengemis (untuk kebutuhan hidupmu) dari orang lain, sebab yang demikian itu adalah kemiskinan yang kau datangkan sendiri. Ketiga: Tinggalkan hal-hal yang kau anggap tak berguna. Jangan sekali-kali sengaja kau mendekatinya. Keempat: Jika kau mampu, janganlah sampai terjadi padamu satu hari di mana hari itu lebih tidak lebih baik dari kemarin. Usahakanlah. Kelima: Jika engkau shalat, lakukanlah dengan sungguh-sungguh. Resapi dan renungkan seakan engkau tak akan shalat lagi setelah itu.

sumber :  http://www.dakwatuna.com/2011/07/11674/di-atas-ranjang-kematian/

Kamis, 28 Juli 2011

Kejadian di Akhir Juli 2011

Seperti biasa hampir setiap hari sepulang kerja, berhubung sampai disekitar rumah tepatnya didaerah Balai Pustaka dah menjelang jam 6 lewat alias dah maghrib maka biasanya saya memutuskan tuk shalat dimasjid terdekat sebelum akhirnya pulang kerumah, biasanya masjid yg suka disinggahi terkadang di Masjid Al Mubarak di Jalan Waru, terkadang juga di Masjil Baitul Ma'mur di Jl. Masjid.

Kemarin sore saya singgah di Masjid Al Mubarak tuk menunaikan sholat maghrib. Nah berhubung baru sampai sananya sekitar jam 06.15, artinya jama'ah sholat dah pada bubar maka sayapun memutuskan tuk sholat sendiri. Pada saat mau sholat, ternyata disamping saya terlihat seorg mba-mba yg ingin menunaikan sholat juga. Maka niat sholat yg tadinya mau sendiri akhirnya saya urungkan dan saya pun menepuk bahu mba-mba tersebut dengan maksud ingin berjama'ah dg yg bersangkutan. 

Kamipun akhirnya berjama'ah hingga selesai. Walaupun ketika kami berjama'ah sepanjang sholat mba tersebut tdk menjaharkan suaranya. Dan akhirnya ketika selesai sholat dan do'a. Saya beranikan tuk menyapanya. Sebelumnya saya minta maaf ke mba tersebut, karena tiba2 saja berjama'ah dg beliau, lalu akhirnya terjadi obrolan diantara kami. Hingga akhirnya sayapun memberanikan diri tuk berbicara dengannya terkait sholat yg baru saja kami lakukan, Saya bertanya " Mba, kenapa tadi ketika sholat suaranya tdk dikeraskan? " Mba itupun menjawab, " Oh kalau sholat antar perempuan memangnya tetap harus dikeraskan ya ketika menunaikan sholat Maghrib, saya kira hanya laki-laki saja yang sholatnya dikeraskan sedangkan perempuan tdk." 

Mendengar jawaban mba tersebut, saya pun tersenyum :) Akhirnya saya pun menjelaskan sedikit bahwa jika sholat maghrib, isya dan subuh berjama'ah baik untuk jama'ah laki-laki, perempuan ataupun campuran tuk ketiga jenis sholat tersebut memang harus dikeraskan suaranya. kejadian tersebut membuat saya berfikir tenyata masih banyak PR  yg harus kita lakukan ya :)

Hmm.... lagi2 dapet pengalaman baru hehehe

Rabu, 20 Juli 2011

Kenapa Harus Gelisah

dakwatuna.com - Sejatinya kehidupan kita adalah saling pandang memandang satu sama lain dalam lingkup interaksi sesama manusia (ust. Sultan Hadi). Dari interaksi tersebutlah kita saling bercermin, kemudian kita mengambil suatu yang bermanfaat, walau kadang sesuatu yang negatif tak bisa kita tangkis, karena bagaimanapun syaitan tidak akan tinggal diam ketika melihat Hamba Allah yang menuai kebaikan.  Dalam interaksi inilah syaitan mencoba untuk membisikkan ke dalam diri manusia, agar manusia iri terhadap apa yang dimiliki lawan pandangnya.

Sifat iri pasti akan menghampiri Anda kemudian membuat gelisah, lantas beruntunglah ketika ia mampu menyikapi atau mengolah rasa gelisah itu menjadi sesuatu yang berfaedah bagi dirinya, sebaliknya kerugianlah yang ia dapatkan manakala rasa galau tersebut ia tempatkan pada  posisi yang tidak semestinya, sehingga bercampur polusi yang ditebarkan oleh syaitan hingga berujung pada dosa.

Gelisah atas kebahagiaan orang lain (iri) adalah penyakit kehidupan yang terlahir dari pandangan yang dangkal dan cara pengelolaan perasaan yang keliru. Dalam sebuah drama kehidupan seringkali kita memandang suatu masalah dengan baju milik kita sendiri sedangkan kita mengetahui tak semua baju akan cocok bagi orang lain. Seperti apa pandangan kita terhadap orang lain dalam diri kita akan sangat mempengaruhi terhadap bagaimana sikap kita. Kesalahan terbesar kita seringkali  melihat suatu permasalahan dengan sudut pandang hanya satu titik, tanpa mencoba melihat dari sudut pandang yang lain, dan ini yang menjadikan titik gelap dalam hati kita.
“Sumber keburukan itu ada 2, yaitu, niat yang buruk dan cara pandang yang buruk” kata Ibnu Taimiyah. Dalam kalimat tersebut dapat kita simpulkan sejatinya permasalahan itu datang dari diri kita sendiri jika kita mau mengamati. Dan ini terkait bagaimana menyikapi sebuah masalah.

Kawan, sesungguhnya kita memiliki kebahagiaan tersendiri, yang kita bangun dari pola pikir dan sangka baik (khusnudzon) terhadap apa yang kita miliki yang telah Allah karuniakan kepada kita. Kenapa harus fokus pada kekurangan kita dan kebahagiaan orang lain? Cobalah kita lihat kelebihan yang Allah karuniakan terhadap kita. Dan perlu kita ketahui sebanyak apapun yang belum kita miliki, pasti sangat sedikit jika dibandingkan dengan yang sudah kita miliki. Jika kita belum memiliki apa yang kita kehendaki, dibanding orang lain yang sudah memilikinya, itu BUKAN BERARTI KITA DITAKDIR SEBAGAI ORANG MISKIN. Sebab waktu yang tersedia masih terbentang luas, yang kita butuhkan adalah BEKERJA & TERUS BEKERJA serta YAKIN bahwa yang kita lakukan PASTI akan  ada BALASANYA. “Innallah laa yudhii’u ajral muhsinin”

Masih ada sejuta peluang yang terhampar luas untuk membuktikan bahwa Kita BISA MELAKUKAN KARYA BESAR, dengan BELAJAR dari mereka yang sukses dengan KEBAHAGIAANYA, yakinlah… bahwa tak seluruhnya kehidupan ini KELAM, RODA kan selalu berputar, dan akan ada TERANG setelah KEGELAPAN menyelimuti.
So… Kenapa Harus Gelisah??

sumber :  http://www.dakwatuna.com/2011/07/13256/kenapa-harus-gelisah/

Selasa, 19 Juli 2011

==Ikhlas==

Hari ini ku ingin sampaikan padamu tentang ikhlas…


Sungguh, Kesabaran itu tak pernah berbatas..
Yakinkan dirimu bahwa tak akan ada kata “Kesabaranku sudah habis” keluar dari mulutmu
Karena ikhlas itu tak pernah boleh berakhir…

Yakinkan dirimu bahwa tak pernah ada kata “Aku sudah tak sanggup lagi” mengalir dalam bibirmu
Karena tugasmu sebagai Abdi Rabbmu..tak akan pernah selesai

Yakinkan dirimu bahwa Rabb-Mu Maha Adil
Yakinkan dirimu bahwa engkau mencintai-Nya..
Yakinkan dirimu bahwa engkau mati hanya untuk-Nya..
Yakinkan dirimu bahwa tak pernah ada sesuatu dan seseorang dalam hatimu kecuali DIA.
Dan akhirnya…keikhlasan itu pun hadir….


Ketika kehendakmu tak sejalan dengan kehendak-Nya…
Biarkan kehendak-Nya yang berjalan atas hidupmu
Karena kehendak-Nya adalah kebaikan untukmu

Ketika inginmu tak sesuai dengan ingin-Nya
Biarkan ingin-Nya menjadi skenario terbaik bagi hidupmu
Karena Dia Mahatahu segala hal tentang dirimu..

Biarkan tangisan mengobati kekecewaanmu
Bukan kecewa pada Robb-Mu..
Tapi kekecewaan pada dirimu sendiri
Karena tak mampu berdiri diatas ingin-Nya..

Hidup harus terus dijalani, Shalihah  terkasih…
Semenyakitkan apapun
Siap ataupun tidak
Karena Rabb-Mu tidak pernah butuh persetujuanmu atas setiap kehendak-Nya..

Jumat, 15 Juli 2011

Kemah Juara RZI 2011

Pekan lalu, tepatnya tgl 7-9 Juli 2011 ceritanya ikutan acara kemah juaranya Rumah Zakat Indonesia 2011. Disini sy diminta tuk jadi fasilitator anak-anak asuhnya RZI. Ceritanya mendampingi mereka nih.. Alhamdulillah dapet ijin libur dari kantor, secara masih punya jatah libur 2 hari..Jadi ya lumayanlah bisa untuk refereshing. Setelah sekian lamaaaa bangets ngga pernah kemah. Terakhir camping sptnya waktu jaman ikutan Diksar Relawan RZI, kalao ngga salah inget th 2004 kali yak :d. Ya kalaupun salah..ya maap aja, maklum krn faktor "u" hehehe

Kebetulan kita kumpul di Rabbani, Pemuda rencana berangkat 07.30, tapi ternyata eh ternyata molor :( dan molornya lumayan banyak sih. But thats okay, at least tepat jam 09.00 jd juga kita berangkat setelah nunggu bebrapa anak asuh dari daerah Kayu Putih. Yg ternyata mereka harus dijemputin satu-satu. Lucu dengernya, ternyata nda mudah mengajak anak-anak yg baru beranjak ABG tuk ikutan acara seperti ini...


Finally, sekitar jam 10an lewat sampai juga disana..namanya juga kemah, pastinya kita semua menuju tempat kemah...dan tendanya ternyata dah dipasang euy..kirain diminta tuk pasang sendiri..coz kebayang aja kalo disuruh masang sndiri..dah ngga inget kali gimana cara masangnya xixixi..abisnya dah lama bangets ngga camping hehehe


Di Cibubur kurang lebih 3 hari 2 malam..hmm, waktu yg lumayan lah. Ngga mudah ternyata ngebina anak2 ABG, harus kudu sabar..sabar dan sabar. Ada2 aja alasannya kalo disuruh shalat pas waktu shalat..sabar..sabar ^-^ coz ternyata byk PR da'wah tuk mereka krn sempet sedih juga mendengar cerita2 mereka, yg dimana begitu menganggap mudah jika meninggalkan shalat...sedih bangets. Padahal anak-anak ini jika mereka menyadari mereka adalah investasi syurga buat orang tua mereka. Sayang sekali rasanya jika mereka sampai menganggap sepela ibadah shalat. Terlebih waktu shalat tahajud, ada yg blm tahu apa itu tahajud, niatnya seperti apa, jumlah raka'atnya brp..Hmmm byk PR da'wah ternyata disekitar kita.


Oh selama disini, alahamdulillah jadi bisa silaturahim dengan rekan2 RZI dulu...pastinya seneng dan ngga nyangka juga begitu byk ketemu sama temen2 RZI ada Bang Enjay (ternyata beliau gemuk buangets xixixi) , lalu ada Pak Suri (weitsss muantabs bpk yg satu ini dah jd kacab RZI Bogor, sukses selalu untukmu pak. Semoga berkah Allah senantiasa menaungi bapak dan keluarga :)), lalu ketemu yu vivi (hai..hai ayu, dah lama ya kita ngga ketemu, ternyata dirimu masih sperti yg dulu ;)), ada Ika Rahmatika temen dulu pernah bareng di DSS (eleh-eleh Ika meni gemuk pisan skrg..sampai2 kalah aku hehehe), dan yang ngga disangka ketemu Teni dan teh Enzy, temen2 waktu bareng dulu di Relawan VI RZI, wuahh subhanallah what a surprise..ngga nyangka setelah sekian lama ketemu lagi ('afwan ya teni, tempo hari sempet lupa namamu, walaupun wajahmu ku ingat, maklum faktor 'u' kali ya ;)) )..Pokoknya banyak deh..Jadi seneng, seneng bangets malah hehehe... Alhamdulillah mrk masih inget...terharu subhanallah, nikmatnya ukhuwah ya. Walaupun kita dah ngga bersama lagi, tapi biar bagaimanapun kalian pernah menjadi bagian dari hidupku, Semoga silaturahim dan ukhuwah diantara kita senantiasa terjalin selalu. .. ^_^





Kamis, 14 Juli 2011

Video Nasihat Terakhir Ustadzah Yoyoh Yusroh untuk Para Kader Dakwah

dakwatuna.com – Indonesia telah kehilangan salah satu perempuan terbaiknya. Yoyoh Yusroh, seorang anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan tunggal di jalan tol pada hari Sabtu, 21 Mei 2011. Empat hari sebelumnya, almarhumah yang juga merupakan fungsionaris DPP PKS ini sempat melakukan rekaman untuk salah satu kegiatan yang diadakan oleh PKS. Potongan dari rekaman tersebut telah diupload ke youtube dengan judul “Nasihat Terakhir Ustadzah Yoyoh Yusroh untuk Para Kader Dakwah”. Redaksi dakwatuna.com mencoba menuangkan nasihat almarhumah dalam bentuk tulisan di bawah ini. Semoga bermanfaat.

Ikhwan dan akhwat fillah, Alhamdulillah kita sebagai kader yang sudah berada dalam jalan dakwah ini dengan susah senangnya – saya yakin senangnya lebih banyak ya – susahnya ada, tapi kita berupaya untuk mengatasinya, karena semua yang kita lakukan dalam jalan dakwah “argo”nya tetap jalan, kita mendapatkan ridha Allah baik senang ataupun susah.
Dan kita berupaya untuk selalu mengajak orang lain ke dalam jalan dakwah ini dengan selalu mempertimbangkan sunnatullah. (Misalnya) bagaimana kita menghargai. Sunnatullah itu ‘kan (contohnya) semua manusia ada yang memiliki senioritas, ya kita hargai yang tua, kita sayangi yang muda, kita hargai yang kaya, kita sayangi yang miskin. Kita tempatkan orang sesuai dengan posisinya di masyarakat.
Kemudian kita berupaya untuk selalu menjaga intergritas pribadi kita sebagai seorang muslim, dengan misalnya kalau janji dengan orang lain kita tepati, kalau kita mendapatkan sesuatu dari orang lain kita berupaya untuk membalasnya.
Kemudian kita juga berupaya untuk – di manapun kita berada – kita adalah “on mission”. Karena kita yakin “if we are realize that we are on mission, we must keep the mission on”. Jadi kita selalu berupaya untuk menjaga misi ini jangan sampai misi kita off, tapi misi kita selalu on. Kita berada di manapun, di pemerintahan, sebagai legislatif, sebagai eksekutif, sebagai profesional, sebagai apa pun kita adalah on mission untuk menyampaikan risalah dakwah ini dan dakwah kita semakin banyak diminati oleh orang lain dan kerja kita semakin ringan tentunya dengan banyaknya pendukung-pendukung dakwah ini. Dan insya Allah diri kita akan bertemu di surga.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2011/05/12263/video-nasihat-terakhir-ustadzah-yoyoh-yusroh-untuk-para-kader-dakwah/(hdn)

Selasa, 12 Juli 2011

Hak Istri Atas Suami

dakwatuna.com - Syariat mewajibkan kepada suami untuk memenuhi kebutuhan istrinya yang berupa  kebutuhan material seperti nafkah, pakaian, tempat tinggal, pengobatan dan sebagainya, sesuai dengan kondisi masing-masing, atau seperti yang dikatakan oleh  Al-Qur’an “bil ma’ruf” (menurut cara yang ma’ruf/patut).
Namun syariat tidak pernah melupakan akan kebutuhan-kebutuhan spiritual yang  manusia tidaklah bernama manusia kecuali dengan adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut, sebagaimana kata seorang pujangga kuno: “Maka karena jiwamu itulah engkau sebagai manusia, bukan cuma dengan badanmu.”
Bahkan Al-Qur’an menyebut perkawinan ini sebagai salah satu ayat di antara ayat-ayat Allah di alam semesta dan salah satu nikmat yang diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Firman-Nya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan  merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS Ar Rum: 21)
Ayat ini menjadikan sasaran atau tujuan hidup bersuami istri ialah ketenteraman hati, cinta, dan kasih sayang antara keduanya, yang semua ini merupakan aspek kejiwaan,  bukan material. Tidak ada artinya kehidupan bersuami istri yang sunyi dari aspek-aspek maknawi ini, sehingga badan berdekatan tetapi ruh berjauhan.
Dalam hal ini banyak suami yang keliru—padahal diri mereka sebenarnya baik—ketika mereka mengira bahwa kewajiban mereka terhadap istri mereka ialah memberi nafkah, pakaian, dan tempat tinggal, tidak ada yang lain lagi. Dia melupakan bahwa wanita (istri) itu bukan hanya membutuhkan makan, minum, pakaian, dan lain-lain kebutuhan material, tetapi juga membutuhkan perkataan yang baik, wajah yang ceria, senyum yang manis, sentuhan yang lembut, ciuman yang mesra, pergaulan yang penuh kasih sayang, dan belaian yang lembut yang menyenangkan hati dan menghilangkan kegundahan.
Imam Ghazali mengemukakan sejumlah hak suami istri dan adab pergaulan di antara mereka yang kehidupan berkeluarga tidak akan dapat harmonis tanpa semua itu. Di antara adab-adab yang dituntunkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah itu ialah berakhlaq yang baik terhadapnya dan sabar dalam menghadapi godaannya.
Allah berfirman: “… Dan gaulilah mereka (istri-istrimu) dengan cara yang ma’ruf (patut)…” (QS An Nisa’: 19)
“… Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS An Nisa’: 21)
“… Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim,  orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu…” (QS An Nisa’: 36)
Ada yang menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “teman sejawat” dalam ayat di atas ialah istri. Imam Ghazali berkata, “Ketahuilah bahwa berakhlaq baik kepada mereka (istri) bukan cuma tidak menyakiti mereka, tetapi juga sabar menerima keluhan mereka, dan penyantun ketika mereka sedang emosi serta marah, sebagaimana diteladankan Rasulullah SAW. Istri-istri beliau itu sering meminta beliau untuk mengulang-ulangi perkataan, bahkan pernah ada pula salah seorang dari mereka menghindari beliau sehari semalam.
Beliau pernah berkata kepada Aisyah, “Sungguh, aku tahu kalau engkau marah dan kalau engkau rela.”
Aisyah bertanya, “Bagaimana engkau tahu?”
Beliau menjawab, “Kalau engkau rela, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Muhammad,’ dan bila engkau  marah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Ibrahim.’
Aisyah  menjawab, “Betul, (kalau aku marah) aku hanya menghindari menyebut namamu.”
Dari adab yang dikemukakan Imam Ghazali itu dapat ditambahkan bahwa di samping bersabar menerima atau menghadapi kesulitan istri, juga bercumbu, bergurau, dan bermain-main dengan mereka, karena yang demikian itu dapat menyenangkan hati wanita. Rasulullah SAW biasa bergurau dengan istri-istri beliau dan menyesuaikan diri dengan pikiran mereka dalam bertindak dan berakhlaq, sehingga diriwayatkan bahwa beliau pernah melakukan perlombaan lari cepat dengan Aisyah.
Umar bin Al-Khathab—yang dikenal berwatak keras itu—pernah berkata, “Seyogianya sikap suami terhadap istrinya seperti anak kecil, tetapi apabila mencari apa yang ada di sisinya (keadaan yang sebenarnya) maka dia adalah seorang laki-laki.”
Dalam menafsirkan hadits: “Sesungguhnya Allah membenci alja’zhari al-jawwazh,”  dikatakan bahwa yang dimaksud ialah orang yang bersikap keras terhadap istri (keluarganya) dan sombong pada dirinya. Dan ini merupakan salah satu makna firman Allah: ‘utul. Ada yang mengatakan bahwa lafal ‘utul berarti orang yang kasar mulutnya dan keras hatinya terhadap keluarganya.
Keteladanan tertinggi bagi semua itu ialah Rasulullah SAW. Meski bagaimanapun besarnya perhatian dan banyaknya kesibukan beliau dalam mengembangkan dakwah dan menegakkan agama, memelihara jamaah, menegakkan tiang daulah dari dalam dan memeliharanya dari serangan musuh yang senantiasa mengintainya dari luar, beliau tetap sangat memperhatikan para istrinya. Beliau adalah manusia yang senantiasa sibuk berhubungan dengan Tuhannya seperti berpuasa, shalat, membaca Al-Qur’an, dan berdzikir, sehingga kedua kaki beliau bengkak karena lamanya berdiri  ketika melakukan shalat lail, dan menangis sehingga air matanya membasahi jenggotnya.
Namun sesibuk apa pun beliau tidak pernah melupakan hak-hak istri-istri beliau yang harus beliau penuhi. Jadi aspek-aspek Rabbani tidaklah melupakan beliau terhadap aspek insani dalam melayani mereka dengan memberikan makanan ruhani dan perasaan mereka yang tidak dapat terpenuhi dengan makanan yang mengenyangkan perut dan pakaian penutup tubuh.
Dalam menjelaskan sikap Rasulullah dan petunjuk beliau dalam mempergauli istri, Imam Ibnu Qayyim berkata, “Sikap Rasulullah SAW terhadap istri-istrinya ialah bergaul dan berakhlaq baik kepada mereka. Beliau pernah menyuruh gadis-gadis Anshar menemani Aisyah bermain. Apabila istrinya (Aisyah) menginginkan sesuatu yang tidak terlarang menurut agama, beliau menurutinya. Bila Aisyah minum dari  suatu bejana, maka beliau ambil bejana itu dan beliau minum daripadanya pula dan beliau letakkan mulut beliau di tempat mulut Aisyah tadi (bergantian minum pada satu bejana/tempat), dan  beliau juga biasa makan kikil bergantian dengan Aisyah.”
Beliau biasa bersandar di pangkuan Aisyah, beliau membaca Al-Qur’an sedang kepala  beliau berada di pangkuannya. Bahkan pernah ketika Aisyah sedang haidh, beliau  menyuruhnya memakai sarung, lalu beliau memeluknya. Bahkan pernah juga  menciumnya, padahal beliau sedang berpuasa.
Di antara kelemah-lembutan dan akhlaq baik beliau lagi ialah beliau memperkenankan istrinya untuk bermain dan mempertunjukkan kepadanya permainan orang-orang Habsyi ketika mereka sedang bermain di masjid, dia (Aisyah) menyandarkan kepalanya ke pundak beliau untuk melihat permainan orang-orang  Habsyi itu. Beliau juga pernah berlomba lari dengan Aisyah dua kali, dan keluar dari rumah bersama-sama.
Sabda Nabi SAW, “Sebaik-baik kamu ialah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluargaku.”
Apabila selesai melaksanakan shalat Ashar, Nabi senantiasa mengelilingi (mengunjungi) istri-istrinya dan beliau tanyakan keadaan mereka, dan bila malam tiba beliau pergi ke rumah istri beliau yang pada waktu itu mendapat giliran. Aisyah berkata, “Rasulullah SAW tidak melebihkan sebagian kami terhadap sebagian yang  lain dalam pembagian giliran. Dan setiap hari beliau mengunjungi kami semuanya, yaitu mendekati tiap-tiap istri beliau tanpa menyentuhnya, hingga sampai kepada istri  yang menjadi  giliran beliau, lalu beliau bermalam di situ.”
Kalau kita renungkan apa yang telah kita kutip di sini mengenai petunjuk Nabi SAW tentang pergaulan beliau dengan istri-istri beliau, kita dapati bahwa beliau sangat memperhatikan mereka, menanyakan keadaan mereka, dan mendekati mereka. Tetapi  beliau mengkhususkan Aisyah dengan perhatian lebih. Namun ini bukan berarti beliau   bersikap pilih kasih, tetapi karena untuk menjaga kejiwaan Aisyah yang beliau nikahi ketika masih perawan dan karena usianya yang masih muda.
Beliau menikahi Aisyah ketika masih gadis kecil yang belum mengenal seorang laki-laki pun selain beliau. Kebutuhan wanita muda seperti ini terhadap laki-laki lebih besar dibandingkan dengan wanita janda yang lebih tua dan telah berpengalaman. Yang kami maksudkan dengan kebutuhan di sini bukan sekadar nafkah, pakaian, dan hubungan biologis saja. Bahkan kebutuhan psikologis dan spiritualnya lebih penting  dan lebih dalam daripada semua itu. Karena itu, tidaklah mengherankan jika kita lihat  Nabi SAW selalu ingat aspek tersebut  dan senantiasa memberikan haknya serta tidak  pernah melupakannya meskipun tugas yang diembannya besar, seperti mengatur  strategi dakwah, membangun umat, dan menegakkan daulah.
“Sungguh pada diri Rasulullah itu terdapat teladan yang bagus bagi kamu.” 

Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.
Sumber: Fatwa-Fatwa Kontemporer, DR. Yusuf Qaradhawi
http://www.dakwatuna.com/2011/07/13112/hak-istri-atas-suami/

Senin, 11 Juli 2011

Aku Menyesal

Hmm...nice note, pokoknya dibaca ada deh ya ^-^
 
Waktu sudah berlalu sedemikian lama. Hampir seperempat abad sudah, aku tapaki bumi ini… Dari sekian banyak waktu dan kesempatan yang sudah terlewatkan, sesungguhnya menghadirkan begitu banyak penyesalan. Menyesal mengapa tidak begini dan tidak begitu dulunya. Ya, sungguh banyak sudah kesempatan…banyak sudah waktu yang terlewat dengan amat sangat percuma… Bohong jika aku tak menyesal. Sebab aku tak pernah belajar untuk menyesal di awal. Jikalah pengandaian itu diperbolehkan, mungkin hari ini aku membutuhkan ratusan lembar kertas untuk menuliskan “Ah, andai saja aku dulu begini…” Selalu saja penyesalan itu datang kemudian. Mungkin memang begitulah sunnatullahnya sepenggal kata PENYESALAN itu bahwa ia tak pernah berada di awal bermula, melainkan selalu pada akhir, pada penghujung, pada sesuatu yang telah di sebut sebagai masa lalu… Ya, mungkin memang begitu adanya…

Tapi, walau bagaimana pun, aku tentu tak pernah dapat menghukumi masa lalu. Segala yang telah berlalu, sungguh takkan pernah dapat kujemput kembali. Jika ada jet yang dapat menembusi lapisan stratosfier lalu meleset menuju luasnya semesta, maka itu semua menjadi mustahil jika tujuannya adalah masa lalu. Sebab, memanglah tak ada kendaraan yang dapat menujunya, meski pun teori waktu empat dimensi itu kemudian dapat ditemukan bukti kebenarannya… Ah, memang takkan pernah bisa…

Pun, tentang masa depan… Ia-nya juga adalah sesuatu yang tak terlukis secara nyata pada kanvas kehidupan… Sama seperti masa lalu, tak satu pun kendaraan dapat menujunya kecuali waktu-waktu itu sendiri yang mengantarkan kita padanya…, hingga pada satu tarikan nafas terakhir kita untuk menghirup oksigen. Setelahnya, mungkin oksigen tak lagi menjadi berarti…

Ah, semenyesal apapun aku, sesungguhnya aku hanya bisa memilih, untuk terus menyesali, ataukah memikirkan perbaikannya, agar tak terjadi lagi kesalahan yang sama di masa depan. Ya, memilih untuk menatapi dan menghadapi masa depan itu adalah lebih terhormat dari pada harus terus menyesal dan meratapi apa-apa yang telah lalu… Tiadalah segala sesuatunya, kecuali Allah sertakan hikmah dan pembelajaran yang begitu sarat makna di belakangnya. Sungguh, segala yang terjadi, tetaplah adalah sebaik-baiknya keadaan, asalkan kita bersedia memunguti pelajaran yang Allah titipkan pada setiap kejadian itu. Sebab kita harus yakin, bahwa takdir-Nya untuk diri kita adalah sebaik-baik takdir…

Tentang masa yang akan datang, tentang waktu yang akan kusongsong, mengapa harus mengkhawatirkannya? Jika baik menurut-Nya, PASTI akan Dia bukakan jalannya dan jika tak baik menurut-Nya, PASTI Dia akan ganti itu dengan sesuatu yang lebih baik… Bagaimana aku bisa mengatakan sesuatu itu buruk, sementara aku tak belumlah mengetahui segala kebaikan yang Allah sertakan dibelakangnya? Mengapa aku harus mendahulukannya dengan prasangka-prasangka keburukan dan estimasi-estimasi kerendahan sementara tabir di hari depan belumlah terkuak? Bukankah aku, manusia dhaif, memanglah terlalu dhaif untuk hanya mengatakan sesuatu itu baik atau buruk, sementara Dia, Sang Maha Pemilik Keputusan jauh lebih mengetahuinya?

Ah, diriku! Bukankah sebaik-sebaik hasil sebuah keputusan penting dalam hidupmu adalah setelah komunikasi paling intens dengan Rabb-mu? Dan bukankah, segala keputusan penting dalam hidupmu itu mesti ‘menyertakan’ dan ‘mengkomunikasikan’nya dengan Rabb-mu? Ah, diriku… Ini tak cukup dengan letupan emosi sesaat saja. Ini tak cukup hanya dengan melibatkan perasaan dan pemikiranmu saja! Apapun itu, ada hal yang lebih penting dan utama dari sekedar itu semua saja… Rabb-mu…Ya, Rabb-mu, yang ditangan-Nya segala Keputusan…

Oleh Fathelvi Mudaris
sumber :  http://www.eramuslim.com/oase-iman/fathelvi-mudaris-aku-menyesal.htm

Sabtu, 02 Juli 2011

Lihatlah, Bagaimana Orang Yahudi Mendidik Anak Mereka (3)

“We would like our students to be able to communicate in Hebrew, more importantly, we should try to allow them a life-long access to the stories and ideas of the Bible and the Rabbinic texts to the prayers.”
Kata-kata di atas berasal dari tulisan Rahel Halabe yang berjudul “Is Hebrew a ‘Second Language’ for our Children?”. Rahel Halabe adalah seorang praktisi pendidikan Bahasa Ibrani yang terkenal di kalangan Yahudi dan menulis sebuah pengantar bahasa Ibrani yang berjudul “The Introduction to Biblical Hebrew the Practical Way“. Uniknya, mayor pendidikan Halabe justru Sastra dan Bahasa Arab di Hebrew University, Israel.
Dalam tulisannya, Halabe menjelaskan betapa pentingnya penguasaan bahasa Ibrani bagi seorang anak Yahudi. Halabe berujar adalah tindakan fatal bagi bangsa Yahudi jika memperlakukan bahasa Ibrani sebagai bahasa kedua.
Alasan Halabe sangat beralasan, sebab bahasa Ibrani bagi seorang anak Yahudi, tidak saja semata-mata menjadi tuntutan teologis tapi bahasa Ibrani adalah representasi kultur atau budaya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas seorang Yahudi. Maka itu, menurutnya, cara awal agar seorang anak Yahudi dekat dengan bahasa Ibrani amat tergantung dari orangtuanya.
Orangtua Yahudi, kata Halabe, sudah harus memperkenalkan bahasa Ibrani-dan bukan bahasa lainnya- tepat ketika bayinya lahir. Orangtua dituntut untuk memperkenalkan bahasa Ibrani dengan cara seperti menyanyikan bahasa Ibrani dan membiasakan berbicara kepadanya saat awal-awal seorang anak Yahudi hadir dalam kehidupan nyata.
Halabe juga mendelegasikan tulisan Ibrani modern kepada seorang anak. Hal ini tidak saja untuk memudahkan jalan mereka menguasai percakapan bahasa Ibrani dan literatur modern Ibrani, tetapi juga akan mendukung studi mereka tentang teks-teks teologi klasik Yahudi seperti Siddur dan Mishnah.
“Introducing young students to modern Hebrew literature will not only ease their way into Hebrew conversation and modern Hebrew literature, but will support their study of the classical texts: Bible, Siddur, Mishnah and more. In fact, studying classical Hebrew will, in its turn, support the learning of modern Hebrew, which draws so much from its layered linguistic traditions.
Akhirnya ketika semua proses itu telah usai, pada gilirannya, Yahudi pun akan memetik hasilnya. Hasil itu adalah berupa generasi dewasa Yahudi yang terpelajar sekaligus menghargai warisan dan budaya mereka. Ya, bukan budaya yang lainnya.
“In fact, studying classical Hebrew will, in its turn, support the learning of modern Hebrew, which draws so much from its layered linguistic traditions. A rich program offering both past and present will help produce educated adult Jews who are well-read and appreciative of their heritage and culture.”
Hal ini seakan berbalik dengan dunia Islam. Kita memang banyak melahirkan sarjana-sarjana pintar, cerdas, dan trengginas tapi sayangnya mereka tidak bangga pada agamanya, pengetahuan agama mereka pun minim. Mereka pun tidak memiliki keterikatan terhadap warisan luhur agamanya.
Walhasil, banyak kita saksikan seorang Profesor ber-KTP Islam, tapi baru mempelajari Islam, justru ketika dirinya pensiun. Ia memang pakar sosiologi, ekonomi, dan politik tapi tidak memliki akses terhadap wacana klasik Islam, ini terjadi karena mereka tidak menguasai bahasa Arab sebagai bahasa resmi agamnya. Dampak ini cukup fatal, karena umat Islam kehilangan akses terhadap sejarah agamanya dan agama (Islam) itu sendiri.
Padahal Muhammad Assad (Leopold Weiss/1900-1922), mantan Yahudi yang masuk Islam dan menulis “Islam at the Crossroad” pernah mengatakan bahwa ketika suatu bangsa tidak memiliki akses kepada sebuah peradaban yang membesarkannya, maka peradaban itu akan terputus. Peradaban itu akan mati dan tinggal sejarah. Dampaknya, generasi mendatang dari bangsa tersebut akan terputus kepada akar sejarahnya dan tidak akan memiliki lagi perasaan bangga kepada warisan peradabannya.
Maka itu, Muhammad Quthb dalam bukunya “Kaifa Naktubu Attarikhal Islami” yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, “Mengapa Kita Perlu Menulis Ulang Sejarah Islam”. menyatakan sejarah adalah bagian penting bagi Umat Islam untuk mengetahui akar peradabannya.
Kini setelah mereka bersatu dalam Israel, Yahudi bisa dikatakan bangsa yang sangat memperhatikan warisan bahasanya. Di Israel kini Bahasa Ibrani menjadi kurikulum wajib di tiap sekolah. Mata pelajaran bahasa Ibrani menjadi mata pelajaran utama di tiap jenjang pendidikan. Jalan-jalan di Israel pun mayoritas ditulis dalam bahasa Ibrani. Zionis Israel memberikan nama-nama dengan bahasa Ibrani untuk beberapa desa, kota dan wilayah setelah mereka berhasil 'menjajah' wilayah Palestina pasca perang tahun 1948.
Bahkan baru-baru ini, dalam upaya menampilkan karakter Yahudi di negara Zionis Israel tersebut, pemerintahan sayap kanan Israel akan menghapus semua papan-papan tanda publik yang berbahasa Arab dan Inggris dari seluruh Israel. Yisrael Katz, Menteri Transportasi Israel, sekaligus anggota Knesset mengatakan tindakan tersebut dilakukan sebagai jawaban terhadap penolakan warga Palestina untuk menggunakan nama-nama Ibrani untuk beberapa kota yang ada di Israel. Israel Lihatlah bagaimana militansi mereka terhadap Ibrani.
Tentu kita masih ingat pada seorang orientalis Yahudi bernama Abraham Geiger yang pernah menulis buku kontroversial yang berjudul, Was hat Mohammed aus dem Judenthue aufgenommen? (Apa yang diambil Muhammad dari Yahudi). Buku ini mengantarkan penulisnya lolos seleksi ke Universitas Bonn dan kelak menjadi Doktor teologi terhebat abad 19. Dan anda mau tahu berapa umur Geiger saat menulis buku yang menjelaskan banyak hal yang “dicuri” Islam dari Yahudi itu? 23 tahun.
Sekalipun menjadi liberal, berkat penguasaannya pada bahasa Ibrani, Geiger kecil sudah akrab dengan literatur Ibrani teks-teks teologi Yahudi. Penguasaan bahasa itu pula yang membuatnya di umur 17 tahun pun konsisten mengkaji bahasa dan sastra Arab. Selama berjam-jam, Geiger tekun mengkaji Al Qur’an di dalam Universitas tua di Universitas Bonn.
Inilah yang harus menjadi instropkesi bagi dunia Islam. Sudahkah kita mendahulukan bahasa “ibu” kita sebagai umat Islam, yakni bahasa Arab ketimbang bahasa lain? Berapakah uang yang kita gelontorkan untuk memperdalam bahasa Al Qur’an itu ketimbang bahasa Inggris? Kenapa kita hanya melantunkan adzan kepada anak saat baru lahir namun terputus untuk mengajarkannya bahasa Arab sebagai hak seorang anak hingga dewasa. Maka itu jangan salahkan anak kita jika mereka tidak bangga kepada Islam.
Atau betul memang kata Umar bin Khaththab, bahwa sebelum anak durhaka kepada orangtuanya, orangtuanya dahulu yang telah durhaka kepada anaknya. "Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu,” kata Umar kepada orangtua yang mengadukan kedurhakaan anaknya, dan usut punya usut, sang orangtua dululah yang memulai. Allahua'lam.
“Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkan.” (Surat Yusuf: 2). (pz/bersambung)

Sumber :  http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/lihatlah-bagaimana-orang-yahudi-mendidik-anak-mereka-3.htm

Jumat, 01 Juli 2011

Lihatlah, Bagaimana Orang Yahudi Mendidik Anak Mereka (2)

“There is no investment in Israel more vital than an investment in the children.” (Israel Children Centre)

Fenomena barbarisme dalam bangsa Yahudi tidak terlepas dari pendidikan Zionisme yang telah mereka tanamkan kepada anak sejak kecil. Yury Ivanof dalam bukunya yang berjudul "Hati-Hati Zionisme" menulis bahwa ajaran kekejaman, kekerasan dan kebiadaban dalam Talmud sudah diajarkan ke anak-anak sejak balita.

Para orangtua pun tidak segan-segan menanamkan prinsip mendasar pada anak-anak seperti tindak penindasan, pembunuhan dan terorisme adalah sah dan sangat dianjurkan dalam agama Yahudi. Selain orang Yahudi berhak untuk dibunuh, ini adalah perintah suci untuk bangsa Yahudi.


“Hanya orang-orang Yahudi yang manusia, sedangkan orang-orang non Yahudi bukanlah manusia, melainkan binatang.” (Kerithuth 6b hal.78, Jebhammoth 61a)

“Orang-orang non-Yahudi harus dijauhi, bahkan lebih daripada babi yang sakit.” (Orach Chaiim 57, 6a)

Namun dibalik itu semua, kunci penanaman nilai Zionisme kepada seorang anak adalah sebuah doktrin wajib bagi orang tua. Dalam Talmud, pengabaian pendidikan agama (baca: Zionisme) oleh orangtua adalah sebuah tindakan yang tercela.

“Menyangkal pengetahuan agama (sama dengan) merampas anak anak dari warisan.” (Talmud Sanhedrin 91b)

Maka itu betul kata C. Robb, “When you into the eyes your children, you can see the future of Israel”. Yahudi sadar betul bahwa pendidikan anak adalah keniscyaan bagi perlawanan selanjutnya kepada bangsa non Yahudi dan sebuah ideologi yang akan menghasilkan bibit-bibit baru.

Berdasarkan penelitian Dr. Wail al-Qodhi, bahwa materi pelajaran Sejarah, Geografi dan Bahasa Ibrani selalu menggunakan pendekatan ajaran Talmud, yaitu terorisme dan kekerasan. Anak-anak Yahudi pun sejak kecil sudah diajarkan, bahwa seorang Yahudi apabila menikah dengan Non Yahudi hukumnya tidak sah. Karena dalam ajaran Talmud wanita Non Yahudi dianggap sebagai binatang piaraan.

Dalam bahasa Talmud, maka wanita non Yahudi akan disebut dengan istilah Shiksa. Shiksa sendiri adalah kata turunan dari kata Ibrani "shegitz" yang mengacu pada bangkai babi. Oleh sebab itu, tak heran jika seorang anak kecil Yahudi di Israel pernah tertangkap kamera sedang menendang seorang ibu muslimah sebagai bentuk indoktrinasi Talmud dalam otaknya.

Bukti untuk memperkuat temuan itu adalah sebuah survei yang diadakan Ary Syerabi, mantan perwira dari Satuan Anti Teror Israel, terhadap 84 anak-anak Israel usia sekolah dasar, saat dia bergabung dengan London Institute for Economic Studies. Dari survey ini tampaknya kita akan melihat betapa mereka memang sudah bersiap untuk bertempur melawan kita (baca: umat muslim)

Ketika itu Ary Syerabi ingin mengetahui perasaan apa yang ada di dalam benak anak-anak Israel terhadap anak-anak Palestina sebaya mereka yang sesungguhnya. Kepada anak-anak Israel itu, Ary memberikan sehelai kertas dan pensil, lalu kepada mereka Ary berkata, “Tulislah surat buat anak-anak Palestina, surat itu akan kami sampaikan pada mereka.”

Hasilnya sangat mengagetkan. Anak-anak Israel yang menyangka suratnya benar-benar dikirim kepada anak-anak Palestina menulis surat mereka dengan sebenar-benarnya, keluar dari hati terdalam. Salah satu surat ditulis oleh seorang anak perempuan Israel berusia 8 tahun. Ia mengaku menulis surat kepada anak perempuan Palestina seusianya. Isi suratnya antara lain:

“Sharon (PM. Israel, red.) akan membunuh kalian dan semua penduduk kampung dan membakar jari-jari kalian dengan api. Keluarlah dari dekat rumah kami, wahai monyet betina. Kenapa kalian tidak kembali ke (tempat) dari mana kalian datang? Kenapa kalian mau mencuri tanah dan rumah kami? Saya mempersembahkan untukmu gambar (ini) supaya kamu tahu apa yang akan dilakukan Sharon pada kalian…ha…ha…”.

Dan gambar yang dimaksud anak Israel itu adalah sebuah sosok Ariel Sharon dengan kedua tangannya menenteng kepala anak perempuan Palestina yang meneteskan darah.

Menurut Dr. Wail Al Qadhi setidaknya ada 5 tujuan terselubung dalam pendidikan yang di ajarkan Yahudi terhadap anak-anak, yaitu:

1. Tercapainya keyakinan mutlak pada anak-anak bahwa bangsa Yahudi adalah bangsa pilihan dan mempunyai hak penuh atas tanah Israel.

2. Mewujudkan generasi yang benci terhadap bangsa Arab dan Islam dengan cara brutal, sadis dan teroris serta memperluas wilayah Israel dengan cara merampas dan merampok.

3. Memperjelas dan memberikan pemahaman pada anak-anak, orang Yahudi akan menjadi musuh bersama non Yahudi, dan tidak akan ada yang menolong Bangsa Yahudi kecuali orang Yahudi itu sendiri.

4. Mewujudkan generasi yang saling menolong dan melingdungi hanya untuk sesama Yahudi dan untuk non Yahudi berlaku sebaliknya.

5. Terbentuknya generasi yang bangga sebagai bangsa Yahudi, kaum termulia dari umat lainnya (sya'bu mukhtar), bangsa yang mendapat kehormatan mendapat "tanah yang dijanjikan" (al-ardhu al-mau'udah), dan sebagai bangsa pilihan yang mempunyai kelebihan dan keistimewaan.

Media Barat sering menggembar-gemborkan bagaimana kurikulum sekolah di Palestina kerap mengajarkan kebencian mereka kepada Israel, tanpa mereka melakukan kritik serupa kepada orangtua Israel yang mendoktrinasi anak-anaknya yang menyatakan bahwa anak-anak Palestina lebih buruk dari najis.

Mereka juga mensinyalir ajaran Jihad sebagai pemicu rusaknya perdamaian antara Israel dan Palestina, tanpa menunjuk hidung mereka sendiri dimana tidak ada ajaran yang lebih biadab dari Zionisme yang menyatakan selain golongannya lebih daripada babi yang sakit.

Inilah yang dilakukan oleh Arlene Khusner, seorang Jurnalis Israel, yang pernah menulis “Texts of Hate” pada tahun 2008 yang menyerang ajaran kekerasan dalam Al Qur’an sebagai “pihak tertuduh” dibalik kebencian anak Palestina kepada rezim Zionis. Atau juga tulisan "Hamas Steals Mickey Mouse Image to Teach Hate and Islamic Supremacy," pada tahun 2007 yang ditulis oleh dua agen Israel Itamar Marcus and Barbara Crook yang mengkritik tayangan Televisi Hamas (Aqsa TV).

Hamas memakai serial anak Mickey Mouse untuk mendoktrin Jihad para anak Palestina dan meyakinkan Islam akan menguasai dunia. “Rafah Sings oh..os its answer is AK 47,” ya bunyi yang dilantunkan Mickey Mouse ala Hamas di Aqsa TV itu

Kini yang mengkhawatirkan adalah penyebaran doktrinasi Talmud kepada anak-anak tidak saja terjadi di Israel, tapi juga meluas ke dataran Asia, seperti Korea Selatan. Kantor Berita YNET, melaporkan bahwa hampir setiap rumah di Korea Selatan sekarang berisi Talmud terjemahan Korea. ibu-ibu di Korea sudah mulai mengajarkan Talmud kepada anak-anak mereka.

Dalam sebuah negara hampir 49 juta orang yang percaya pada ajaran Buddha dan Kristen, ada lebih banyak orang yang membaca Talmud - atau setidaknya memiliki salinan mereka sendiri di rumah - lebih dari di negara Yahudi. Bahkan lebih. Inikah memang tanda-tanda akhir zaman dimana nantinya dunia akan terbelah menjadi dua: antara kaum kafir dan umat muslim? Wallahua’lam. (pz/bersambung)
Sumber :http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/lihatlah-bagaimana-orang-yahudi-mendidik-anak-mereka-2.htm

Lihatlah, Bagaimana Orang Yahudi Mendidik Anak Mereka (1)

Yahudi sebagai sebuah bangsa digdaya di akhir zaman seperti ini, memiliki sebuah kunci “keberhasilan” dalam menjalankan misinya. Rumus mereka terletak dalam hal pendidikan. Yahudi sadar betul bahwa penanaman nilai-niai Yahudi adalah kunci dalam mengokohkan indentitas diri mereka. Ya sebuah bangsa kecil yang menjadi besar dan memiliki arti penting dalam menguasai dunia saat ini.

Di tengah sekularisasi dunia yang diciptakan mereka, Yahudi justru tampil dalam semangat militanisme yang terinternalisasi baik dalam kehidupan mereka. Bagi Yahudi, sekularisasi hanya berlaku bagi dunia Islam, namun bagi mereka tidak. Bahwa Al Qur’an hanya menjadi kitab suci berdebu bagi orang Islam, memang iya. Akan tapi sebaliknya bagi mereka, taurat adalah segala-galanya rujukan dalam menjalankan ritme kehidupan.


Eksplorasi ini bukan dalam tujuan untuk melemahkan semangat kita sebagai umat muslim, -kita adalah umat mulia yang diberikan Allah kenikmatan berupa dienul Islam dalam jiwa kita,- tapi ini adalah ajang muhasabah, intropeksi, dan juga antisipasi bahwa pada akhirnya kita akan berbenturan dengan mereka, ya dalam arti yang sebenarnya: Al Masihuddajal di pihak kaum kufar dan Al Mahdi di barisan kaum muslimin.

Menurut Rabbi Lev Baesh, Direktur pada The Resource Center for Jewish Clergy of InterfaithFamily.com, Taurat adalah lebih dari sebuah kitab suci. Ia menjadi pengacu dalam seluruh pembelajaran moral dan etika bagi orang tua dalam mendidikan anak seorang anak Yahudi.

Dalam tulisannya, Teaching Jewish Values To Your Children, pakar Parenting Yahudi itu menulis,

Pengajaran Taurat adalah tentang bagaimana mengajari seorang individu Yahudi berperilaku yang benar. Dimulai dari bagaimana mereka mampu mengurus diri sendiri, peduli terhadap sesama Yahudi, memiliki kepedulian tentang arti perjuangan, dan pembinaan terhadap generasi mendatang.

Rabbi yang aktif dalam kampanye pendidikan keluarga ini mengaku bahwa pendidikan seorang anak Yahudi tidak akan bisa dijalankan dengan misi sekularisme, dimana keluarga Yahudi terlepas dari millah mereka. Dimana terputusnya ajaran agama Yahudi dalam tiap keluarga Yahudi. Seorang keluarga Yahudi harus mendekatkan diri kepada ajaran agamanya.

Oleh karena itu, ia menekankan bahwa keberhasilan pendidikan Yahudi tidak akan terlepas pada tiga hal yang mutlak harus dimiliki seorang keluarga Yahudi, yakni bagaimana pelajaran Taurat harus diberikan kepada seorang anak, bagaimana menciptakan sebuah masyarakat Yahudi di sekitar keluarga, dan kesinambungan dalam menjalankan ibadah agama.

Dengan terlibat pada tiga hal ini, maka seseorang Yahudi memiliki fondasi kuat untuk mengajarkan nilai-nilai Yahudi bagi generasi berikutnya. “Akhirnya, jika Anda ingin menjadi guru terbaik dari nilai-nilai Yahudi, pertama menjadi murid terbaik Anda sendiri” pungkasnya

Rupanya, konsep yang ditawarkan rabbi terebut benar-benar terjalan baik di Israel. Jika di negeri ini anak-anak sudah sangat dekat dengan rokok, bahkan kita tidak asing mendengar berita seorang anak kecil yang sudah merokok dari umur dua tahun, di Israel merokok adalah sebuah hal tabu, jika tidak mau dikatakan haram.

Ya bangsa picik itu memang jahat. Ditengah Yahudi menjadi aktor produsen asap mematikan itu, namun di saat itu pula mereka mengukutuk penggunaan (bahkan pelarangannya) di negeri mereka sendiri. Perlu dicatat, Philip Morris, pabrik rokok terbesar di Amerika menyumbangkan 12% dari keuntungan bersihnya ke Israel.

Saat ini jumlah perokok di seluruh dunia mencapai angka 1,15 milyar orang, jika 400 juta diantaranya adalah perokok Muslim, berarti umat muslim menyumbang 35% dari jumlah perokok dunia. Laba yang diraih oleh produsen rokok bermerek Marlboro, Merit, Benson, L&M itu setiap bungkusnya pun mencapai 10%.

DR. Stephen Carr Leon yang pernah meneliti tentang pengembangan kualitas hidup orang Israel atau orang Yahudi. Mereka memiliki hasil penelitian dari ahli peneliti tentang Genetika dan DNA yang meyakinkan bahwa nikotin akan merusak sel utama yang ada di otak manusia yang dampaknya tidak hanya kepada si perokok akan tetapi juga akan mempengaruhi "gen" atau keturunannya.

Pengaruh yang utama adalah dapat membuat orang dan keturunannya menjadi "bodoh"atau "dungu". Jadi sekali lagi, jika penghasil rokok terbesar di dunia ini adalah orang Yahudi ! Tetapi yang merokok, bukan orang Yahudi. Ironis sekali. Siapakah yang kemudian menjadi konsumen asap-asap rokok buatan Negara Zionis itu? Anda, orangtua anda, atau anak kita? Hanya kita yang bisa menjawab.

Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, kita sebagai umat Islam justru meninggalkan pilar asasi kita kepada seorang anak, yakni pendidikan Tauhid dan Al Qur'an sejak usia dini. Kita umat Islam kadang lebih sibuk pada asesoris parenting, seperti konsep "jangan katakan tidak" dan lain sebagainya. Pernah kami mendengar kenapa pendidikan Al Qur'an seperti menghafal diabaikan pada usia dini oleh psikolog muslim, dikarenakan mengganggu kognisi seorang anak. Ironis. (pz/bersambung)
 

Sumber : http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/lihatlah-bagaimana-cara-yahudi-mendidik-anak-mereka.htm