Selasa, 31 Agustus 2010

Akhirnya Laporannya Selesai Juga

Ramadhan ini adalah bulan dimana q mulai sendiri nih ngerjain kerjaan kantor. Coz rekan kerjaku, Yunita Utami, kebetulan sedang cuti hamil...walhasil tiga bulan bakalan sendiri deh :(. Nah bulan agustus ini saatnya q mulai sendiri ngerjain laporan yg biasanya dikerjakan berdua...Ternyata agak ribet juga tapi alhamdulillah semua bisa terlewati coz dekat-dekat deadline penyetoran laporan ketemu sama yg namanya hari libur, jadi bisa ngerjain dirumah deh (ngga perlu lembur dikantor hehehe) dah gitu laporan tuk bulan ini data yg dipakai ngga sampai akhir bulan, secara baru dapet info nodin hy sampai tgl 25 Agustus 2010, coz terkait libur Idul Fitri, jd dimajukan deh buat bahan data laporannya...Alhamdulillah lagi, ternyata begitu banyak kemudahan yg Allah berikan. Dan finally finish tepat waktu euyy...horeee ;))

Semoga tuk bulan-bulan berikutnya seperti itu juga ya, kan dipertemukan dg kemudahan dlm pengerjaannya, sampai Nita nanti masuk hehehe...Amiin

Kamis, 26 Agustus 2010

Ramadhan

Alhamdulillah Allah masih mengizinkan kita semua tuk bertemu dengan Ramadhan tahun ini, Ramadhan 1431 H.

Tak terasa kita dah memasuki akhir 10 putaran kedua. Jadi bentar lagi 10 putaran ketiga. Semoga aku, kamu dan kita semua dapat menjalani sisa perjalanan Ramadhan tahun ini dengan lebih baik dan lebih semangat lagi :)

Alhamdulillah Ramadhan tahun ini kesampaian juga bersafari ke masjid2, kalo biasanya pas sepuluh malam terakhir, alhamdulillah saat ini dah bisa dimulai dari pekan kedua Ramadhan. Jadi bisa ngerasain ifthor dan sholat tarawih di masjid2 yang berbeda. Semua ini karena ada Afi, kebetulan Afi ini temen bareng tahsih di Rabbani, qt baru kenal selama beberapa bulan yang lalu. Awalnya karena kalo setiap hari Senin & Kamis selama Ramadhan kita ada kajian menjelang ifthor di Rabbani, acara ini menindaklanjuti program tahsin yang kita ikuti, spy tetap terjalin silaturahim sesama peserta makanya ustadz menawarkan selama Ramadhan bagaimana diadakan kajian. Dan ini hy kajian aja tanpa ada sholat tarawih berjama'ah, walhasil setelah sholat maghrib berjama'ah kita pulang kerumah masing2 deh tuk sholat dimasjid deket rumah masing2...Nah afi ini kebetulan rumahnya ngga terlalu jaun dgq, dan q juga suka nebeng sama dia kalo pulang. Nah pada saat itulah qt suka ngobrol2 mau sholat dimana? Nah dari situlah awal mula kita bersafari Ramadhan.

Safari diawali disekitar masjid didekat rumah kita, bisa dibilang didaerah Rawamangun. Awalnya di Masjid Baitussalam,saat itu malam jum'at biasa kalo disana ketika malam jum'at tarawihnya satu juz..Selanjutnya ke Masjid Babussalam masih diRawamangun juga, mesjid ini agal lebih nyaman karena berAc, tp sayang setelah tarawih selesai, dimasjid ini langsung sepi, ngga ada kegiatan tadarus, walhasil sempat ditegur sama pengurus masjidnya. Jadi ceritanya waktu habis tarawih kan kita ngga mau langsung pulang, ceritanya kita mau tilawah dulu disana, kan enak ya tilawah dimasjid..adem...tp waktu lagi tilawah q ditegur sama pengurus masjidnya..mba..mba baca qur'annnya sdh dulu ya, mending dirumah aja??? dzig..sempet ill feel jg dengernya, kok begini ya...kan biasanya kalo malam ramadhan masjid suka ramai dengan lantunan ayat2 Al Qur'an sampai tengah malam,,tp ini kok begini ya hiks...hiks...tp sdhlah memang sudah aturan dan kesepakatan masjid disitu kl ya, mungkin aja pada malam itu sedang tdk ada agenda tadarus AQ, atau siapa tahu tadarusnya ba'da subuh..bisa aja kan?? (untuk menyenangkan hati ngga papa kan kalau bersangka baik hehehe)

Trus perjalanan kita berikutnya ke Masjid Agung Sunda Kelapa,waktu itu tgl 25 Agustus 2010. Disana tenyata ramai sekali, Imam masjid tarawihnya, subhanallah....syekh Ali, beliau ini yang suka mendampingin Ustadz Yusuf Mansyur kalo berceramah di tpi dlama nikmatnya sedekah. Suaranya subhanallah....terharu jdnya.

Keesokan harinya kita ke masjid An Nizhom, didaerah rawasari...masjidnya enak dan nyaman. Dan ramai juga kegiatannya selama ramadhan, coz waktu habis tarawih seneng deh liat suasana dimasjid ini karena byk anak2 dan remaja yang meramaikan masjid ini, ya malam itu mereka bertadarus AQ buat yg remajanya sdg yg anak2nya belajar iqro. Suatu pemandangan yg dah jarang banget kutemukan..dimn byk anak2 dan remaja berkumpul dimasjid..selama ini seringnya ketemu sama orang tua setengah baya kl lagi ke masjid...soalnya didekat rumah jrg liat yg spt ini..:d

Dah dulu ya ceritanya..insya Allah kapan2 sambung lagi ya. Semoga diberikan nikmat sehat oleh Allah sehingga bisa bersafari Ramadhan ke masjid2 di sepuluh malam terakhir Ramadhan...Amiin

Senin, 23 Agustus 2010

Puasa Ala Pemimpin Hamas



Subhanallah sangat tawadhu dan bersahaja sekali....kira-kira kapan ya para pemimpin bangsa ini bisa seperti beliau? sangat dekat dengan rakyat....mungkin ngga ya??? :)
Pemimpin atau pejabat negara pada umumnya mengundang banyak orang untuk datang ke rumah mereka untuk menggelar acara buka puasa bersama. Jarang sekali ada pemimpin umat atau pejabat negara yang mau mendatangi rakyatnya yang miskin dan ikut berbuka puasa bersama mereka.
Apa yang dilakukan perdana menteri Palestina dari Hamas, Ismail Haniyah ini selayaknya dicontoh oleh para pemimpin dan pejabat negara sebagai bentuk perhatian dan kepedulian mereka pada rakyat, apalagi jika rakyat sedang dililit berbagai kesulitan hidup.
Jumat (20/8), Haniyah bertandang ke rumah sebuah keluarga di Gaza untuk berbuka puasa bersama. Rumah keluarga itu sangat amat sederhana, hanya berupa satu ruangan berukuran kurang dari 20 meter persegi, tanpa jendela dan tanpa lubang ventilasi. Rumah "mungil" itu dihuni delapan anggota keluarga, ayah-ibu dan enam orang anak mereka. Bayangkan ... betapa sesak dan pengapnya rumah itu.

Melihat kondisi yang memprihatinkan itu, Haniyah memerintahkan para ajudannya untuk memberikan bantuan makanan untuk keluarga itu dan memberikan sebuah kipas angin agar rumah yang mereka tempati bisa agak "nyaman".
Rasanya, sulit mencari sosok pemimpin seperti Haniyah di zaman sekarang ini. Pemimpin yang bukan cuma menebar pesona dan menebarkan janji-janji manis pada rakyat saat kampanye, tapi tidak pernah berada di tengah masyarakat untuk sekedar merasakan penderitaan mereka.
Sekira 1,5 juta warga Gaza hingga kini masih hidup dalam kondisi yang memprihatinkan akibat blokade rezim Zionis Israel yang sudah berlangsung hampir tiga tahun. Mereka sepenuhnya mengandalkan hidup mereka dari bantuan kemanusiaan dari dunia internasional, termasuk kebutuhan makanan dan sumber air bersih. (ln/Ma'anNews)
sumber :http://www.voa-islam.com/lintasberita/eramuslim/2010/08/23/9470/seorang-perdana-menteri-yang-berbuka-puasa-bersama-rakyatnya/

Jumat, 20 Agustus 2010

Cita-cita yang Sederhana

"Ketika cita-cita sesederhana menjadi seorang ibu rumah tangga biasa menjadi begitu langka dan sulit sekali terlaksana.. Ketika begitu sedikit dari mereka yang bercita-cita jadi ibu rumah tangga seutuhnya.. Maka dengan seizin-Mu Yaa Rabb.. Perkenankanlah saya menjadi bagian dari yang sedikit itu.. Amiin."

Ketika menulis catatan ini saya adalah seorang remaja yang berada dalam masa peralihannya menjadi seorang wanita dewasa, sedang menuntaskan tugas akhirnya di sebuah perguruan tinggi swasta kelas karyawan dan tinggal selangkah lagi menjadi sarjana.

Seorang wanita yang berada pada masa gemilangnya dalam meniti karir, bekerja di tempat yang baik dengan penghasilan yang sangat baik, anak perempuan yang membanggakan, kakak yang walaupun tidak terang-terangan dinantikan tetapi selalu dirindukan dan menjadi panutan, sahabat yang hangat, teman yang menyenangkan, rekan kerja yang walaupun sering datang terlambat, tetapi selalu dimaafkan karena rajin membawa makanan..

Entah semua itu benar adanya atau tidak. Yang jelas saya selalu percaya pada insting dan bagaimana cara hati membawa saya untuk merasa.

Sepintas, semua yang saya miliki, kehidupan saya yang nyaris begitu sempurna, adalah apa yang sebagian perempuan zaman sekarang impikan. Karir, pendidikan, keluarga, teman. Saya amat sangat bersyukur dengan keadaan saya. Semua yang Allah titipkan pada saya sekarang adalah apa yang dahulu pernah saya cita-citakan.

Alhamdulillah.. Allah memberikan kesempatan untuk merasakan dan membimbing bagaimana harus menyikapi begitu banyak cita-cita yang terlaksana menjadi nyata ini dengan baik dan bijaksana. Saya jadi teringat kutipan dari seorang ustazah, "Muslimah yang berjuang dalam kebaikan adalah mereka yang selalu to be continued.. berkelanjutan dan terus menerus..."

Kemudian saya dihadapkan pada sebuah pertanyaan sederhana, “Apa cita-cita saya berikutnya?"

Di sinilah, di usia saya yang masih belum genap dua puluh dua tahun, saya merasa jadi lebih tua karena sepertiga partisi dari otak saya didominasi sesuatu yang sedang saya pertimbangkan untuk menjadi cita-cita saya di masa yang akan datang. Menjadi seorang ibu rumah tangga saja. Sederhana.

Sepertinya mudah, tetapi entah dari sudut pandang mana saya menilainya, sekedar membayangkannya saja sulit sekali rasanya. Padahal pada hakikatnya, rumah tangga adalah ladang pahala yang sangat luas bagi seorang wanita.

Semuanya tidak lagi membanggakan ketika memiliki cita-cita menjadi ibu rumah tangga biasa dan seutuhnya mengabdikan diri kepada keluarga saja. Saya butuh waktu yang cukup lama untuk menimbang, malah bimbang, bahkan gamang.

Pelan-pelan mimpi itu bergumul dalam pikiran saya. Menyediakan bekal untuk suami tercinta, memberikan rumah yang bersih dan nyaman sepulangnya, pakaian yang bersih, wangi, dan tersetrika rapi. Betapa membahagiakannya bila saya bisa mengerjakannya sendiri, tanpa bergantung pada si "Mbak" (pembantu-red). Sungguh saya tidak bisa membayangkan bagaimana saya akan cemburu jika suami lebih menyukai dan menikmati masakan si "Mbak".

Kemudian ... menjaga calon buah hati kami, membekalinya dengan gizi dan pendidikan yang baik bahkan jauh sebelum kelahirannya, mengenalkannya pada rangkaian hijaiyah, membacakannya cerita, mengobrol dengannya, ikut membangunkannya di waktu subuh. Saya tidak ingin kehilangan moment-moment penting dalam sembilan bulan itu.

Tidak ingin menyia-nyiakan dan membiarkannya berlalu begitu saja karena kesibukan saya bekerja. Saya tidak ingin hanya disibukkan mempersiapkan popok, baju, dan alas tidurnya. Saya ingin sibuk mempersiapkan kesiapannya menjadi seorang manusia.

Dan ketika Allah mengizinkan ia lahir ke dunia, betapa tidak inginnya cuti tiga bulan yang diberikan perusahaan kepada saya membatasi kebahagiaan saya. Saya tidak ingin rutinitas menyusuinya, memandikan, mengganti popoknya, berlangsung rutin hanya dalam tiga bulan saja. Saya tidak ingin kehilangan 8 jam dalam sehari dengan tidak melihat ia tumbuh besar dan pintar. Saya tidak ingin kehilangan menyaksikan langkah pertamanya.

Namun dengan intensitas yang sama, kekhawatiran yang lain juga hadir menyertainya. Bagaimana jika kelak saya berjodoh dengan seseorang yang biasa saja? Bukan mereka yang berpenghasilan “wah” tiap bulannya? Biaya perlengkapan anak, susu, dan pendidikan zaman sekarang kan mahal?

Lantas bagaimana dengan kehidupan sosial yang saya tinggal di luar sana? Lantas bagaimana jika (Naudzubillahi Min Dzaalika) suami yang saya tercinta berpulang ke rahmatullah di waktu yang tidak saya duga sebelumnya, sedangkan saya harus menggantikannya sebagai kepala keluarga?

No Execuse!! Allah telah menentukan dan mengatur jodoh, rezeki, dan maut bagi tiap-tiap kita. Banyak cara untuk mengupayakan rezeki yang disebar-Nya di seluruh muka bumi ini. Niat yang baik akan beriring dengan hasil yang baik, Insya Allah.

Rumah adalah sekolah dan madrasah paling murah bagi anak-anak kita, dan baik tidaknya kualitas pendidikan yang mereka terima itu bergantung pada kita, orang tua mereka. Maka bersemangatlah, Allah menghadirkan masalah berpasangan dengan solusinya. Pasti.

"Semoga Allah memberikan kemantapan hati jika cita-cita itu bukan sesuatu yang salah, menjadikannya tidak sebatas pada keinginan, tetapi juga kebutuhan. Semoga Allah memperkenankan cita-cita sederhana saya menjadi nyata, meridainya dan menjadikannya jalan terbaik yang dipilihkan-Nya untuk saya, memberi kemudahan bagi kami untuk melalui aral-melintangnya. Percaya bahwa Allah akan menjaga dan memelihara apa yang menjadi kepunyaan-Nya. Percaya bahwa berkarya menjemput rezeki-Nya bisa dimana saja. Percaya bahwa tidak ada sandaran hidup yang lebih baik selain Allah."


Oleh: Aizzah Nur, 21 Tahun, mahasiswa dan karyawan perusahaan kontraktor di Matraman, Jakarta Timur.

sumber : http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/cita-cita-yang-sederhana.htm

Senin, 16 Agustus 2010

Menjadikan Anak kita Lelaki Peminang Bidadari

DARI RAHIM YANG DICATAT SEJARAH

Ketika Imam Syaifii di tanya sejak kapan beliau mendidik anak, maka jawabannya sungguh diluar dugaan.
"Sejak aku belum menikah" Kata Beliau
"Aku mencarikan Istri yang baik lagi sholeha, sebagai tempat lahirnya anak-anakku" lanjut beliau.

Iya Benar
Disini kita tak boleh salah pilih.
karena Istri adalah sebagian dari darah...
sebagian dari nyawa.....
yang akan membentuk Karakter anak itu kelak
maka mengetahui latar belakang akhlak calon istri
adalah wajib hukumnya

Lihatlah bagaimana Umar Ibn Khattab, menikahkan putranya, dengan seorang gadis jujur, yang ia dengar percakapan gadis itu dengan ibunya, dimana gadis itu menolak mencampurkan susu dengan air, karena itu adalah perbuatan curang lagi tercela, sekaligus dosa

Maka dinikahkanlah Gadis itu dengan putranya..
kelak lahirlah dari rahim gadis itu cucu Umar Ibn Khattab
yang kita kenal juga dengan nama Umar
Umar bin Abdul Aziz....Penyelamat sejarah Bani Umayyah, sekaligus termasuk dalam kategori Khalifah ke 5 diluar dari 4 Khalifah yang kita kenal

Maka bagaimana mungkin akan lahir Generasi Rabbani
jika Calon Istrimu
memiliki sejarah hitam dalam lumpur maksiat
maka buanglah cintamu itu di pojok sejarah...
Carilah Istri, yang Sholeha lagi Cantik dan Baik Hati..
disana lah Rahim itu akan mencatat generasi baru
Generasi Rabbani

LELAKI SHUBUH SUDAH PASTI LELAKI BAIK

Bukan...!!
Bukan Aktivis Dakwah...!
yang Menjadi Syarat...!!
Bukan....!!
Bukan satu Harokah !!
yang menjadi syarat !!

Tapi syarat Utamamu adalah
Lelaki yang menjaga Sholat Berjamaahnya di Mesjid
maka Sholat Shubuh adalah ukurannya....!!

Karena sudah pasti
Lelaki yang menjaga Sholat Shubuh
adalah Aktivis Dakwah...
adalah lingkar utama penggerak Harokah !!

Merekalah LELAKI-LELAKI LANGIT
Jasadnya di bumi
tapi jiwa dan citanya di Langit

Maka hari-harinya selalu dalam rangka kebaikan
meninggikan kalimat Rabb Kita
DAKWAH itu namanya

Maka menikahlah dengan mereka
tak harus menjadi yang pertama, bisa yang kedua, ketiga atau keempat

Karena dalam dekapan mereka
ada tanggung jawab
ada rasa takut pada TuhanNya...

Maka berbahagialah wanita
yang Alloh takdirkan dirinya menjadi Istri mereka....

3 KONSEP MEWARNAKAN JIWA PUTIH ITU

Ali bin Abu Thalib, membagi 3 tahapan dalam pendidikan atau Tarbiyah anak, yang harus dilakukan orang tua

Pertama
Usia 0-7 Tahun Menjadikan anak Ibarat Seorang Raja
pada usia ini, adalah usia dimana anak-anak harus menikmati masa kanak-kanaknya
maka isilah dengan pola-pola pembelajaran akhlak dalam suasana bermain
inilah awal menanamkan tunas itu
menanamkan karakter itu.....

Kedua
Usia 7-14 Tahun, jadikan anak Ibarat Tawanan Perang
maksudnya, pada rentang usia itu
Disiplin adalah nafasnya
adalah unsur dominannya
Sholat mulai di peringatkan
mulai di beri sanksi jika lalai melaksanakan sholat...

pada usia ini pula diberikan Pelatihan-pelatihan Beladiri untuk anak laki-laki, agar unsur Maskulinnya menguat..

Ketiga
Usia 14-dst menjadikan anak sebagai Seorang Sahabat
pada rentang Usia ini, dialog dari hati kehati adalah kewajiban orang tua
sapaan bersahabat adalah menu sehari-hari
maka akan terbukalah jiwanya
maka akan mudahlah kita menyempurnakan karakternya

Kelak ketika kita merasa dirinya sudah cukup matang
ketika dirimu mengatakan...
"Nak Mau kah engkau Menikah..., abi Insya Alloh mempunyai data wanita sholeha untukmu..."

Maka ia hanya tersenyum pasti...
"Ananda ikut abi dan Ummi saja, Insya Alloh pilihan Abi dan Ummi adalah yang terbaik buat ananda..."

Maka Lahirlah Gerenarsi Umar bin Abdul Aziz Baru....
Maka Lahirlah Generasi Imam Syafii Baru....

JANGAN BIARKAN CITA-CITA MENGALIR BEGITU SAJA
DI KONSEP DAN EVALUASI SELALU SETIAP SAAT !!!

Engkau Harus Sadar !!
Ketika engkau menikah !!
Maka Harus mempunyai cita-cita
yang Tinggi
Besar
dan Bening...

Surga Alloh...!!
itulah cita-cita kita semua

Maka jangan biarkan mengalir...!
karena jika mengalir cita-cita itu tak terkendali

Dikonsep !!
di evaluasi !!

agar setiap saat kita bisa mengukur
masih dekatkah darmaga kita akan melabuhkan kapal ini...!!
atau Masih Jauh ??
atau berbalik arah ??
atau mulai Karam ??
mengukur semua itu
hanya bisa lewat konsep yang jelas...!!
Terang
seterang Matahari

LELAKI PEMINANG BIDADARI
adalah bahasa kiasan
dari arti, melahirkan generasi Rabbani
yang lahir dari keturunanmu
keturunanku
keturunan kita semua....

Semoga Alloh mencatatnya sebagai cita dan doa yang terijabah

)I(hamzah)I(

kutulis bada shubuh pagi ini, ketika Aisyah kecilku tepat berusia 7 bulan, Barakallahu nak...

Jumat, 06 Agustus 2010

Jelang Ramadhan 1431 H....Maaf Lahir Bathin

Jelang Ramadhan 1431 H
Marhaban Yaa Ramadhan….

Tanpa Disadari…

11 bulan
banyak kata sudah diucapkan dan dilontarkan
namun tak semua menyejukkan,

11 bulan
banyak perilaku yang sudah dibuat dan diciptakan
hanya saja tak semua menyenangkan,

11 bulan
banyak keluhan, kebencian, kebohongan
menjadi bagian dari diri,

saatnya istirahat dalam "perjalanan dunia"
saatnya membersihkan jiwa yang berjelaga,
saatnya menikmati indahnya kemurahanNya
saatnya memahami makna pensucian diri

Karena kini tanpa kita sadari
Kita akan kedatangan tamu agung
Kedatanganya tinggal menghitung hari saja
Ya tamu itu adalah Ramadhan
Ramadhan kan datang…Ramadhan kan tiba

Selamat menunaikan Ibadah Puasa
bersama kita leburkan kekhilafan,

Semoga dengan puasa mempertemukan kita
dengan Keagungan Lailatul Qadar
dan kita semua menjadi pilihanNya
untuk dikabulkan do'a - do'a
dan kembali menjadi fitrah



Alhamdulillahirabbil ‘alamiin, Terimakasih ya Allah, Engkau telah menjamu dengan nikmatnya hidayah-Mu. Ampuni kealpaan hamba-Mu ini. Wafatkan Aku dengan ke-Ridhoan-Mu. Tutuplah mata ini dengan rasa syukur atas nikmat-Mu. Hentikan detak jantung ini dengan keikhlasan menerima ketentuan-Mu. Hingga Engkau memenangkan aku dengan syurga-Mu.


Amin Allahumma Amiin Ya Mujiibassaailiin


Dari relung hati yang paling dalam
Dengan segala kekurangan dan kerendahan hati kami
Jauh didalam hati yang senantiasa didalam genggaman Allah
Saya dan keluarga memohon maaf Lahir dan Bathin
Atas segala salah yang telah kami perbuat baik sengaja ataupun tidak
Baik dari lisan, tulisan dan perbuatan kami selama kita berinteraksi

Semoga Ramadhan 1431 H ini menjadi lebih bermakna
Menjadi Ramadhan terindah dan terbaik dalam hidup kita
Kita semua semoga dapat menjalankan ibadah Ramadhan dengan hati yang Ikhlas dan penuh Ridho Illahi ^_^

Allãhumma salimnã li ramadhãn wa salim ramadhãnã li wa salimhu minnã muttaqabbalãn
Allahumma baariklana fii Rajaba wa sya’bana wa balighna Ramadhan….

Anak-anak yang Melampaui Usianya

Oleh: Ustadz Sulthan Hadi


Disebuah ruang sekolah dasar, seorang guru berdiri di depan kelas sedang mengajar murid-muridnya yang masih duduk di kelas tiga. Guru tersebut coba menerangkan keistimewaan dan urgensi shalat Shubuh kepada mereka. Dengan bahasa yang tertata baik dan metode penyampaian yang sempurna, sang guru berhasil menanamkan kesadaran ibadah pada murid-muridnya. Bahkan, seorang anak laki-laki diantara murid-murid itu, sangat tersentuh mendengar penjelasan indah tentang pentingnya shalat Shubuh berjemaah di mesjid, sehingga muncul rasa penasaran di hatinya. Terlebih anak kecil tersebut memang belum pernah sekalipun melakukan shalat Shubuh selama hidupnya, dan juga tidak melihat keluarganya melakukan itu.



Setelah kembali ke rumahnya, kata-kata gurunya tentang shalat Shubuh terus terngiang di telinganya. Ia kemudian berpikir mencari cara, bagaimana bisa bangun pagi untuk melaksanakan shalat Shubuh. Lama ia berpikir, tapi tak ada solusi yang ia temukan kecuali harus berjaga sepanjang malam. Maka ia pun melakukan itu. Susah payah ia menahan kelopak matanya dimatanya itu, agar tidak terpejam. Tapi dengan usahanya yang sungguh-sungguh, akhirnya ia bertemu dengan Shubuh.



Begitu suara adzan terdengar, segara ia berwudhu dan bersiap menuju masjid. Namun ketika membuka pintu, anak kecil itu terperangah. Kesulitan besar menghadang di depannya. Ia sadar bahwa masjid ternyata cukup jauh dari rumanhya, sementara di luar sana masih terlihat gelap dan sepi. Ia tak punya keberanian yang cukup untuk menembus kesunyian Shubuh yang berselimut kegelapan, dengan usianya yang masih delapan tahun. Akhirnya, ia teduduk di depan pintu dengan rasa kecewa yang dalam, dan dengan suara tangis yang tertahan, karena takut di ketahui dan di marahi orang tuanya.



Dalam balutan sedih dan kecewa, tiba-tiba anak tersebut mendengar suara langkah kaki melintas di jalan depan rumahnya. Buru-buru ia membuka pintu dan berlari pelan-pelan mendekati sumber suara. Riang bukan kepalang. Sebab ternyata, suara itu adalah langkah kaki dari kakek temannya bernama Ahmad, yang sedang berjalan menuju masjid. Dia pun segera mengikut di belakang kakek itu, perlahan dan tanpa suara, agar si kakek tidak mengetahuinya dan mengadukannya kepada ayahnya.



Hari berikutnya, anak ini selalu melakukan hal yang sama, dengan cara yang sama. Setiap pagi ia bangun Shubuh, tanpa sepengetahuan seorangpun dari keluarganya, lalu berangkat ke masjid menunaikan shalat Shubuh, membuntut si kakek dengan langkah kaki ringan dan pelan agar tidak ketahuan. Akan tetapi kebersamaan abadi adalah hal yang mustahil. Beberapa bulan kemudian, si kakek meninggal.



Si bocah kecil tersebut pun tahu, dan berita kematian si kakek adalah duka yang mendalam baginya. Ia menangis. Terisak-isak. Sang ayah yang melihat perilaku anaknya, merasakan ada sesuatu yang aneh. Dia lalu bertanya, “Nak, mengapa kamu menangis seperti itu. Kakek si Ahmad kan bukan anak kecil seusiamu yang kamu bisa bermain dengannya. Dia juga bukan kerabat kita sehingga kamu tidak perlu merasa kehilangan dia.”



Anak itu lalu menatap ayahnya, dengan air mata yang terus mengalir dan wajah yang tampak begitu sedih, seraya berkata “Andai saja yang mati itu adalah ayah, dan bukan kakek itu!”



Mendengar ucapan anaknya si ayah seperti tersambar petir. Ia kaget luar biasa. “Kenapa anak sekecil ini bisa berkata-kata seperti itu? Lalu kenapa ia mencintai si kakek sedemikian dalam?” pikirnya dalam hati. Anak itu lalu berkata, “Aku tidak merasa kehilangan karena dia teman mainku atau karena kerabatku, seperti yang ayah katakan.”

“Lalu kenapa?” tanya ayah penasaran.

“Karena shalat. Karena shalat,” tegas si anak.

Dengan suara serak dan berat ia mengajukan tanya, “Kenapa ayah tidak shalat Shubuh? Kenapa ayah tidak seperti kakek itu dan seperti orang-orang yang aku lihat itu?”

“Dimana kamu melihat mereka?” desak ayah itu.

“Di masjid,” jawab anak itu singkat.

“Bagaimana caranya kamu bisa melihat mereka?” tanya ayahnya lagi. Si anak pun lalu menceritakan pengalamannya selama ini yang setiap Shubuh selalu membuntuti si kakek. Hampir saja air mata si ayah tumpah mendengarkannya. Seketika ia peluk anaknya erat-erat. Cerita anak itu telah menjadi pelajaran sangat berharga bagi ayah, dan sejak itu ia tak pernah lagi menginggalkan shalat lima waktu berjemaah di masjid.



Kisah ini adalah potret nyata seorang anak kecil yang secara perilaku melampaui usianya. Ia denagn sebuah sentuhan kesadaran di jiwanya, dia telah melakukan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupannya, dan dalam kehidupan keluarganya. Dia telah berhasil mendakwahi orang tuanya. Dia telah sukses mengetuk kesadaran ayahnya untuk bangun pagi dan melaksanakan shalat. Dia telah menjadi da’I bagi segenap keluarganya, dengan caranya sendiri, dimana tugas itu seharusnya dilakukan oleh orang-orang dewasa dan terpelajar. Karena itu, DR. Sa’ad Riyadh yang menceritakan kisah ini dalam bukunya Abaa’wa Abnaa’, memberi catatan penting: jangan kau remehkan kata-kata dari anakmu, sebab terkadang dari situlah awal perubahan dalam hidupmu.



Anak-anak itu sesungguhnya adalah miniatur manusia dewasa. Mereka memiliki semua perangkat manusia dewasa. Hanya kadarnya saja yang mungkin berbeda. Meraka punya emosi. Mereka punya rasa. Merekapun punya hati, jiwa, dan akal sehingga mereka bisa tersentuh, bisa mencintai, bisa menyayangi, dan bisa bertanggung jawab, sebagaiman mereka juga bisa marah, kecewa dan bersedih. Pereangkat-perangka t kemanusiaan itu telah melekat dalam diri mereka, berkembang seiring dengan pertumbuhan usianya. Tapi di sebagian anak, perangkat-perangkat itu terkadang bekerja lebih cepat karena pengaruh dan desakan faktor-faktor tertentu dalam lingkungannya, sehingga seringkali kita menemukan ada diantara mereka yang bersikap, bertindak, berperilaku, berakhlak, dan berbicara melampaui usianya. Melakukan sesuatu yang tidak dilakukan anak-anak sebayanya. Mereka dewasa dalam usianya ynag masih kanak-kanak.



Mungkin kita masih ingat dengan bocah perempuan bernama Sinar yang beberapa waktu lalu yang beritanya sempat mengguncang perasaan kita. Bocah enam tahun itu, dengan cinta dan sayangnya rela mengabaikan masa kecilnya demi merawat si ibu yang sedang sakit.



Murni, nama ibu anak itu, mengalami lumpuh ketika suaminya sedang merantau ke Malaysia mencari nafkah. Jadilah Sinar yang membantu dan menemani ibunya, sendiri. Tubuhnya yang mungil dengan tenaga yang pasti tak seberapa, melakukan semua hal untuk urusan dan kebutuhan ibunya; memindahkan dan menggeser tubuhnya, memasak, member makan dan minum, memandikan, hingga membantu buang air. Semua itu ia kerjakan sendiri dengan penuh cinta.



Murid kelas satu sekolah dasar itu bahkan kerap terlambat ke sekolah karena harus mengurus ibunya. Begitu pula setelah pulang sekolah. Nyaris seluruh waktunya ia persembahkan untuk ibunya yang sakit parah. Tayangan televise yang memberitakan aktivitas Sinar merawat ibunya, sanggup meruntuhkan air mata kita yang menyaksikannya. Ada rasa iba dan takjub pada sosok bocah kecil tersebut yang tampak penuh tanggung jawab melakukan tugas mulianya, menusap mesra pipi ibunya.



Nan jauh disana, dinegri tirai bambu, ada sosok Tse Tse yang setiap hari menyuapi, menyeka muka, dan memijit tubuh ayahnya, Xiong Chun, yang lumpuh.



Karena ayahnya lumpuh bertahun-tahun, anak yang juga seusia Sinar itu terpaksa ikut memikul tanggung jawab rumah tangga yang tidak ringan. Selain setiap hari mengurusi ayahnya, Tse Tse juga membantu ibunya memungut dan mengumpulkan botol air mineral bekas, sebagai tambahan pendapatan keluarga.



Dua bocah kecil ini: Sinar yang tinggal di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, dan Tse Tse di Jiangsu, China, dalam kisah mereka masing-masing sekali lagi memberikan kita contoh akan anak-anak kecil yang melampaui usianya. Dan jika kita perhatikan kisah keduanya maka ada satu keadaan yang sama pada diri mereka yang kemudian memaksa mereka untuk mengambil tanggung jawab dan peran-peran besar di luar usia mereka, yang mempercepat kematangan perangkat-perangkat tertentu dalam diri keduanya. Keadaan itu adalah beban dan kesulitan yang menimpa kehidupan keluarga mereka.



Memang, beban kehidupan menjadi faktor dominan yang kerap kali mengubah keadaan seorang anak. Ketika sebuah tanggung jawab yang seharusnya yang di pikul oleh dewasa, namun ternyata orang dewasa itu tak ada di sisi mereka, maka saat itulah mereka akan berusaha dengan cara dan kemampuan mereka sendiri untuk mengambil alih tanggung jawab. Sinar, misalnya walaupun ia memiliki 5 orang kakak, namun mereka semua tinggal terpisah dengannya. Faktor ekonomi membuat mereka menjadi pembantu rumah tangga. Sehingga Sinar tidak bisa mengadukan keadaan ibunya kepada kakak-kakaknya itu.



Tentu beban dan kesulitan bukan satu-satunya faktor yang membuat seorang anak lebih cepat dewasa dari usianya. Sebab seperti yang sudah di sebutkan diatas, anak-anak memiliki perangkat-perangkat kemanusiaan seperti yang dimiliki umumnya orang-orang dewasa. Sentuhan kesadaran, kedalaman pengetahuan, semangat dan motivasi cinta dan kasih sayang, semuanya bisa menjadi energi bagi seorang anak untuk melakukan sesuatu yang melampaui usianya, dengan tetap pada karakter, keluguannya, dan kelucuannya sebagai anak-anak.



Hasan dan Husein RA cucu Rasulullah SAW pernah mengajari seorang tua yang belum tahu cara berwudhu yang benar. Karena kala itu keduanya masih kanak-kanak, mereka takut mengajarinya secara langsung. Keduanya lalu mencari cara, yaitu dengan saling bicara, dengan suara keras. Salah seorang dari mereka berkata, “Wudhuku lebih baik dari wudhumu.” Yang lain berkata “Tidak, wudhuku lebih baik darimu.” Lalu mereka bersepakat untuk meminta orang tua itu yang menilai wudhu siapa yang lebih baik. Maka mereka berwudhu dengan cara yang sempurna di hadapan orang tua tersebut. Setelah melihat wudhu kedua anak tersebut, dengan firasatnya orang tua itu paham bagaimana cara berwudhu yang benar dan sadar bahwa mereka bermaksud mengajarinya.



Imam Asy Syafi’i rahimakullah, telah diizinkan berfatwa pada saat usianya lima belas tahun. Sebuah kehormatan yang tak di berikan kecuali kepada orang yang memiliki kematangan ilmu dan emosi. Sehingga semua tahu bahwa dia telah melakukan sesuatu yang telah melampaui usianya.



Di sekitar kita, tentu ada banyak anak-anak seperti pada sebagian kisah diatas; mengambil sebuah tanggung jawab dan peran yang melampaui usianya. Ada yang berjibaku mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan dapur keluarganya. Ada yang berperan sebagai pemimpin dan pembimbing untuk adik-adiknya yang ditinggal orang tua. Ada yang tak lelah berjuang dan tak berputus asa mengejar cita-cita, meski hidup dalam keterbatasan.



Dan pada edisi ini, sebagian dari mereka kita hadirkan disini. Kita berbicara tentang mereka, mengenal diri dan cerita mereka. Agar kita tidak mengecilkan perjuangan hidup mereka, dan agar kita memiliki kepedulian untuk meringankan beban hidup mereka serta tidak lupa belajar dan bercermin, bahwa ternyata anak kecil saja mampu, sedang kita hanya bisa diam atau lebih banyak mengeluhkan keadaan dari pada berjuang menyelesaikannya.(Tarbawi Edisi 232; 15 Juli 2010)